TEKNOLOGI

Regulasi Pembatasan Usia Media Sosial Harus Berpihak pada Kepentingan Anak

111
×

Regulasi Pembatasan Usia Media Sosial Harus Berpihak pada Kepentingan Anak

Sebarkan artikel ini

KEMENKO PMK — Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, yang akrab disapa Lisa menegaskan bahwa regulasi pembatasan usia penggunaan media sosial yang tengah disusun pemerintah harus disiapkan secara cermat dan mengutamakan kepentingan terbaik anak. Regulasi ini diharapkan mampu memberikan perlindungan yang efektif di ruang digital, tanpa mengabaikan hak anak untuk berekspresi, berkomunikasi, dan mengakses informasi sesuai tingkatan usia dan perkembangan mereka.

“Kita perlu memastikan bahwa regulasi ini benar-benar berpihak pada kepentingan terbaik dan hak anak. Bukan sekadar membatasi, tetapi juga melindungi mereka dari risiko di dunia digital tanpa menghilangkan hak mereka untuk berekspresi dan belajar. Keamanan dan kepentingan terbaik anak harus menjadi prioritas utama dalam penyusunan kebijakan ini,” tegas Lisa dalam rapat koordinasi yang digelar di Kantor Kemenko PMK, Jumat (14/2/2025).

Pembahasan mengenai batasan usia dalam penggunaan media sosial semakin menjadi perhatian berbagai pihak, mengingat meningkatnya keterlibatan anak dalam dunia digital diiringi dengan potensi risiko. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Profil Anak Indonesia 2024, anak-anak mencakup 28,65 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 79,8 juta jiwa. Sementara itu, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024 menunjukkan bahwa penetrasi internet pada generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 mencapai 87,02 persen. Bahkan, di daerah tertinggal, usia pertama kali menggunakan internet tercatat berada pada rentang 13 hingga 14 tahun, dengan penggunaan tertinggi untuk media sosial.

Baca Juga  Menko PMK Ajak Anak Muda Jadi Problem Solver di Era Disrupsi

“Tingginya partisipasi anak dalam dunia digital harus diimbangi dengan regulasi yang jelas dan mampu memberikan perlindungan kepada anak dari konten berbahaya dan risiko eksploitasi kejahatan di ranah daring. Regulasi yang disusun harus berbasis bukti, berdasarkan karakteristik wilayah dan memperhatikan kebutuhan nyata anak-anak di era digital saat ini,” ujar Lisa.

Kekhawatiran terhadap keamanan anak di ruang digital semakin meningkat seiring laporan dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2024, yang mencatat bahwa di skala internasional, Indonesia menempati peringkat keempat dalam kasus pornografi anak secara daring selama empat tahun terakhir.

“Situasi ini mengkhawatirkan dan menjadi alarm bagi kita semua. Regulasi yang sedang disusun harus memiliki ketegasan dalam menindak pelaku penyimpangan dan memberikan perlindungan optimal kepada anak-anak di ruang digital,” tambahnya.

Saat ini, pemerintah tengah menyusun tiga regulasi utama terkait perlindungan anak di era digital, yakni:
1.    Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (TKPAPSE) yang diprakarsai oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
2.    Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Digital (PARD) yang diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
3.    Revisi Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2012 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi yang diprakarsai oleh Kemenko PMK dan Kementerian Agama.

Baca Juga  Sinkronisasi Program Sinergitas Multipihak dalam Penanganan Darurat Bencana

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, menyatakan bahwa penyusunan Peta Jalan PARD menekankan tiga strategi utama, yaitu: pencegahan penyalahgunaan teknologi terhadap anak, penanganan kasus eksploitasi digital, serta penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Regulasi ini juga mengatur mekanisme verifikasi usia yang efektif, peningkatan literasi digital di kalangan orang tua dan anak, serta penguatan sistem pengawasan.

“Perlindungan anak di dunia digital tidak dapat hanya mengandalkan regulasi saja, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, penyelenggara platform digital, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan ramah anak,” jelas Nahar.

Senada dengan hal tersebut, Josua Sitompul, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi, mengungkapkan bahwa RPP TKPAPSE yang tengah disusun merupakan amanat dari UU No. 1 Tahun 2024. Regulasi ini mengatur tanggung jawab Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk menyediakan fitur keamanan berbasis usia, mendapatkan persetujuan orang tua sebelum anak mengakses layanan tertentu, serta memastikan adanya sanksi tegas bagi pelanggaran aturan.

“Kami menekankan pentingnya verifikasi usia berbasis teknologi yang efektif untuk meminimalkan risiko penyalahgunaan platform oleh anak di bawah umur. Proses penyusunan regulasi ini juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan regulasi yang dihasilkan komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan,” kata Josua.

Lisa menutup rapat dengan menegaskan bahwa regulasi pembatasan usia dalam penggunaan media sosial harus dirancang dengan pendekatan yang seimbang dan komprehensif. Ia menekankan pentingnya pengaturan teknis batasan usia yang akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital, memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya membatasi akses, tetapi juga melindungi hak anak untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan usianya.

Baca Juga  Kemenko PMK Dorong Penguatan Kebijakan Kependudukan dan Ketahanan Keluarga dalam Kerja Sama RI-UNFPA Siklus 11 (2026-2030)

“Kita harus memastikan bahwa regulasi ini tidak hanya berfokus pada pembatasan, tetapi juga memberikan perlindungan yang efektif tanpa mengesampingkan hak anak atas informasi dan perkembangan digital yang positif,” ujar Lisa.

Selain itu, ia menyoroti peran krusial keluarga dalam membimbing anak di dunia digital serta perlunya literasi digital yang lebih kuat bagi orang tua dan anak. Untuk memastikan efektivitas kebijakan, Lisa menegaskan pentingnya diskusi lebih lanjut dengan berbagai pemangku kepentingan guna menyelaraskan regulasi dengan kebutuhan masyarakat serta perkembangan teknologi. Kemenko PMK berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan ini demi menciptakan ruang digital yang aman, inklusif, dan ramah anak.

Rapat koordinasi yang berlangsung secara hybrid ini dihadiri oleh Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur Kemenko Polkam, Plt. Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polkam, Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia  Berkualitas Kemenko PMK, serta perwakilan dari kementerian/lembaga terkait lainnya. Semua pihak berkomitmen untuk terus berkolaborasi dalam mewujudkan ruang digital yang aman, ramah, dan mendukung tumbuh kembang anak Indonesia.

Sumber :Kemenko PMK