JAKARTA – Pemerintah telah menggelontorkan subsidi untuk kendaraan listrik. Sepeda motor listrik diberikan insentif Rp 7 juta, dan mobil listrik diberikan potongan PPN dari 11% menjadi 1%. Namun, insentif ini dinilai tidak tepat sasaran.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menilai, tujuan insentif ini tampaknya hanya untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi.
“Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki,” kata Djoko dalam keterangan tertulisnya.
Menurutnya, insentif itu jangan sampai justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan. Selain akan menambah kemacetan, kebijakan ini juga dinilai akan menimbulkan kesemrawutan lalu lintas dan menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat.
“Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik,” sebut Djoko.
Target dari insentif kendaraan listrik ini adalah mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon. Namun, Djoko menganggap justru yang terjadi adalah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan. “Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik,” tegasnya lagi.
Dia bilang, secara tidak langsung, program ini menjadi cara pemerintah untuk menjaga investasi kendaraan listrik di Indonesia dan mencoba menarik investor baru.
“Pemerintah tampaknya mengupayakan win-win solution (penyelesaian yang menguntungkan dan memuaskan semua pihak). Untuk itu, distribusi kendaraan listrik, terutama sepeda motor listrik, sebaiknya jangan banyak di perkotaan yang sudah padat dan macet,” katanya.
Usulan Insentif Kendaraan Listrik
Djoko lebih mengusulkan insentif kendaraan listrik digunakan di daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa. Dia mengambil contoh Kabupaten Asmat (Provinsi Papua Selatan) yang sejak 2007 masyarakat Kota Agatas, Kab. Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik. Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta.
“Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim, sehingga harga BBM cenderung mahal. Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru,” ujarnya.
Untuk mobil listrik, Djoko menyarankan prioritasnya juga jangan untuk kendaraan pribadi. Dia menyarankan untuk memprioritaskan kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sehingga distribusinya lebih merata. Dia juga mendukung insentif kendaraan listrik untuk angkutan umum.
“Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum. Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan,” sebut Djoko.
Sumber: detik.com