GAYA HIDUP

Tak Melulu Buruk, 3 Bule Baik Ini Berkontribusi Langsung buat Bali

635
×

Tak Melulu Buruk, 3 Bule Baik Ini Berkontribusi Langsung buat Bali

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi turis asing di Bali (Foto: Dikhy Sasra/detikcom)

DENPASAR – Belakangan begitu marak bule nakal di Bali hingga berakhir dideportasi. Dari yang demikian tentu ada bule-bule baik yang berkontribusi langsung untuk masyarakat. Dan ini dia orangnya.

1. Gary Bencheghib
Salah satunya Gary Bencheghib yang menginisiasi gerakan Sungai Watch. Gery dan relawan Sungai Watch saban hari menceburkan diri ke sungai-sungai di Jawa dan Bali untuk membersihkan sampah plastik.

Pria berdarah Prancis itu menggunakan metode perintang sampah untuk membersihkan sungai. Kini, ratusan jaring sampah telah dipasang di berbagai sungai di Jawa dan Bali.

“Selama 2,5 tahun, volume sampah yang terkumpul sebanyak lebih dari satu juta kilogram. Tapi jika kita ingin mewujudkan Indonesia yang benar-benar bersih dari sampah, tentu kita membutuhkan ribuan (perintang sampah),” tutur putra dari pasangan Malik dan Catherine Benchegib itu.

Gary menyematkan nama Sungai Watch agar masyarakat ikut mengawasi sungai. “Sehingga orang-orang tidak lagi membuang sampah ke sungai,” ujar pria berusia 28 tahun tersebut.

2. Vaughan Hatch
Vaughan Hatch beda lagi. Pria asal Selandia Baru itu sudah 26 tahun menetap di Pulau Dewata. Ia lebur dengan kebudayaan Bali, khususnya karawitan.

“Saya jatuh cinta dengan suara gamelan langka di Bali seperti semarpagulingan, selonding, palegongan, dan gender wayang,” tutur pria berusia 48 tahun itu.

Kecintaan Vaughan pada budaya Bali juga membuat dia menikah dengan Ni Putu Evie Suyadnyani. Mereka memutuskan berumah tangga dan Vaughan memiliki nama Bali Wayan Pon Smara.

Bersama istrinya, Vaughan mendirikan sebuah sanggar bernama Mekar Bhuana Centre pada 2000. Ia mendokumentasikan hingga merepatriasi gamelan langka di Bali.

“Untuk merekonstruksi kembali gamelan yang sudah punah melalui rekaman suara, video, maupun ingatan sesepuh,” imbuh Vaughan.

Sanggar asuhan Vaughan dan sang istri beberapa kali pentas sembari memperkenalkan karawitan dan tari Bali di luar negeri. Salah satunya, di Stasiun Utama Kota Wellington dan Bandara Wellington, Selandia Baru.

3. Jean Couteau
Lain lagi dengan Jean Couteau. Pria berkebangsaan Prancis yang cukup intens bersentuhan dengan kebudayaan Bali mutakhir. Jean dikenal sebagai seorang kurator, sejarawan seni, dan akademisi yang menetap di Pulau Dewata sejak 1975.

Selain melukis, ia juga produktif menulis esai dan buku tentang seni, politik, dan juga kebudayaan Bali. Salah satu buku yang dia tulis dan terbit pada 2017 berjudul “Myth, Magic, and Mystery in Bali”.

Melalui buku tersebut, Jean menarasikan anekdot dan sikap orang Bali terhadap kehidupan, pernikahan, tradisi, dan masalah sehari-hari lainnya. “Saya banyak menulis buku tentang Bali, tentang konsep waktu hingga mitos-mitos di Bali,” tutur Jean saat ditemui di rumahnya di Denpasar, Kamis (4/5/2023).

Sumber: detik.com