BERITA

Jalan Hidup Denok, Tinggalkan Kemapanan Demi Mengurus Sampah

1108
×

Jalan Hidup Denok, Tinggalkan Kemapanan Demi Mengurus Sampah

Sebarkan artikel ini
Denok Marty Astuti. ©2020 Merdeka.com

SOLO – Sudah bukan rahasia lagi, sampah menjadi permasalahan hampir semua kota di dunia. Tidak hanya menjadi urusan stakeholder atau pemerintah saja, permasalahan sampah membutuhkan kepedulian semua. Bahkan terkadang butuh pejuang yang rela menghabiskan waktunya demi pengelolaan yang lebih baik dan kalau bisa membawa manfaat.

Di Kota Solo ada seorang wanita yang hidupnya dihabiskan untuk mengurusi sampah. Wanita tersebut bernama Denok Marty Astuti, kelahiran Solo, 42 tahun lalu. Warga Jalan Dahlia, Badran, Purwosari, Solo itu tidak hanya pemerhati atau peduli sampah, namun lebih pantas disebut pejuang.

Betapa tidak, 12 tahun bekerja sebagai akuntan di perusahaan ternama di Jakarta, Denok rela meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke Solo untuk mengurus sampah. Denok rela meninggalkan penghasilan yang mapan demi mengurus sampah yang belum jelas nilai ekonominya. Namun dikatakannya, tekad tersebut sudah bulat meski pada awalnya tidak mendapatkan dukungan keluarga serta mendapat cibiran tetangga.

“Saya dulu akuntan di Astra Honda Motor 12 tahun dan 2013 resign untuk ngurusi sampahnya Solo,” ujar Denok saat ditemui merdeka.com, di rumahnya Jalan Dahlia, Badran, Purwosari, Solo, Senin (6/7/2020).

Pada awalnya Denok merasa prihatin dengan sampah yang ada di Jakarta. Selama berada di Ibu Kota, ia pun sering terlibat dalam kepedulian lingkungan, termasuk pengelolaan sampah. Ia yakin kondisi sampah di Solo lebih parah dibanding Jakarta yang secara finansial APBD lebih besar.

Setelah pulang ke Solo apa yang ia bayangkan ternyata benar. Banyak warga belum mempunyai pengetahuan tentang pengelolaan sampah yang benar. Demikian juga dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solo, yang menurutnya buta masalah sampah.

Dimulai dari Penjara
Sesampai di Solo, Denok bukannya mengajak tetangga atau stakeholder untuk bersama-sama memecahkan permasalahan sampah. Ia justru mendatangi penjara, atau Rutan kelas I A, yang ada di pusat kota, Jalan Slamet Riyadi. Sasarannya adalah para narapidana. Denok mendampingi para napi untuk mengolah dan mengelola sampah agar bernilai manfaat.

“Pertama yang saya urusi sampahnya Rutan. Ini tahun keenam saya mendampingi mereka. Mereka sudah jualan kompos dan jualan kerajinan tangan daur ulang sampah melalui galeri,” katanya.

Denok memilih penjara sebagai tujuan awalnya, bukan tanpa alasan. Selain jumlahnya tidak terlalu banyak, mereka juga lebih fokus dan tidak berpergian ke mana-mana. Sehingga jika ada kesalahan yang dilakukan, mereka bisa memaklumi. Dengan modal tersebut, ia kemudian melebarkan sayapnya untuk terjun langsung ke masyarakat.

“Saya berpikir, penjara saja bisa saya taklukkan, berarti di masyarakat saya juga harus sanggup. Habis itu ya sudah, blusukannya ke RT, RW, sekolah, kelurahan, kecamatan, kantor dan sekolah yang sekarang banyak saya gerakkan,” katanya.

Membuat 115 Bank Sampah
Usai mengajarkan keterampilan daur ulang, Denok kemudian merintis adanya Bank Sampah. Pada awalnya warga sekitar rumahnya mengumpulkan sampah rumah tangga masing-masing untuk kemudian disetorkan ke pengepul untuk ditukar dengan uang. Sampah yang disetor tersebut sudah dipilah antara organik dan nonorganik serta dalam keadaan bersih. Hingga saat ini, menurutnya sudah ada 115 bank sampah yang dikelola warga di Soloraya.

Sampah Jadi Emas Batangan
“Itu 3 tahun lalu. Tapi di setahun terakhir kami setor sampah jadinya emas batangan, untuk investasi. Jadi setiap Rp 9 ribu sampah yang setor, dapat 0,01 gram emas. Di setahun terakhir ada warga yang setor sampah dapat emasnya 13,5 gram. Padahal sekarang harga 1 gram emas batangan itu harganya hampir Rp 1 juta. Jadi dapatnya hampir Rp 13,5 juta, dari setor sampah,” katanya.

Jika dulu sampah hanya dibuang, lanjut dia, saat ini bisa menghasilkan jika disetor ke Bank Sampah. Sampah kategori organik nantinya akan dijadikan kompos, sedangkan nonorganik disetor ke bank sampah. Saat ini pihaknya sudah bisa memilah 40 jenis sampah. Di antaranya botol, kardus, gelas, kaleng, besi dan lainnya.

“Botol plastik itu bisa dipilah menjadi tiga. Tutup sendiri, botol sendiri dan labelnya juga sendiri. Semua punya harga masing-masing. Kalau botol utuh itu sekilo dijual harganya Rp 2.500. Tapi kalau dipilah menjadi tiga tadi sekilo bisa Rp 4.500,” katanya lagi.

Denok menilai kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga semakin tinggi. Sehingga jika sebelumnya mereka hanya berorientasi uang, saat ini sudah menjadi kewajiban untuk mengurus sampah sendiri dari sumbernya. Kesadaran tersebut juga didorong oleh adanya 115 bank sampah saat ini.

Menjadi Inspirasi
Berkat kepedulian dan prestasinya mengelola sampah tersebut, Denok kini sering diundang menjadi pembicara di berbagai tempat. Mulai dari perkampungan, pemerintah daerah, sekolah hingga kampus. Ia akan bangga jika peserta pelatihan kemudian bisa berhasil. Hingga saat ini ia mengaku sudah banyak sekali yang berhasil menyerap ilmunya.

“Yang belum pernah saya kunjungi cuma Papua,” ucapnya.

Namun saat pandemi Covid-19 empat bulan terakhir, dirinya tidak bisa beraktivitas menularkan ilmu. Agar tetap bisa mengedukasi masyarakat, ia kemudian membuat tutorial melalui YouTube. Bahkan bank sampah yang dijalankan masyarakat saat ini juga terkena imbasnya. Namun dalam waktu dekat kegiatan bank sampah akan segera dimulai dengan penerapan protokol kesehatan.

“Ini sementara anak-anak ada yang bikin face shield. Ada 5.000 face shield yang sudah dibuat,” katanya lagi.

Didatangi Wisatawan
Berkat keberhasilan mengelola sampah tersebut, kampung Kitiran yang ia kelola sering mendapatkan kunjungan dari pemerintah kabupaten/kota atau bahkan wisatawan. Mereka melakukan studi banding terkait pengelolaan sampah.

“Tamu kami tahun lalu 1200 orang. Jadi kami mendatangkan wisatawan. Mereka mau belajar. Ngajarinya awalnya hanya bank sampah. Karena lahan kita terbatas, konsep kita bank sampah yang portable,” jelasnya.

Dengan konsep tersebut bank sampah bisa dilakukan dimana saja. Untuk di Solo, kebanyakan memang memanfaatkan garasi rumah. Di garasi tersebut, sekali dibuka, 1 ton sampah yang sudah terpilah dan bersih bisa terkumpul.

Obsesi dan Harapan
Ke depan Denok ingin masyarakat semakin peduli dengan keberadaan sampah. Jika manusia sudah bisa mengurusi sampah, ia yakin perubahan iklim bisa dikendalikan. Ia menilai kondisi pandemi Covid-19 saat ini sebagai warning bagi manusia agar lebih peduli lingkungan.

“Yuk mulai sekarang kita terlibat mengurusi lingkungan. Enggak bisa lho kita bersikap enggak peduli. Harus dimulai, karena kalau tidak dimulai, anak cucu dan generasi berikutnya mau dapat apa? Setelah pandemi ini berlalu, yuk kita sama-sama peduli bumi,” pungkas dia. [cob]

[Merdeka]