JAKARTA – Masyarakat Indonesia saat ini tengah dihebohkan dengan cuaca ekstrem yang melanda hampir seluruh Tanah Air. Menurut data 117 stasiun pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), rata-rata suhu udara di Indonesia pada April lalu menjadi yang tertinggi ke-7 sejak pengamatan dari 1981. Akibatnya, beberapa daerah dilanda bencana alam dengan frekuensi yang tinggi.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahkan mencatat setidaknya terdapat 927 bencana alam yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 1 Januari hingga Mei 2023. Namun, fenomena alam tersebut tampaknya luput dari pantauan para elite politik.
Pemerintah bahkan terlihat lamban merespons persoalan tersebut. Padahal, isu lingkungan, terlebih perubahan iklim adalah hal penting yang harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk para elite politik yang sedang mempersiapkan pesta demokrasi 2024 mendatang.
Over-Eksploitasi
Maraknya bencana alam, pemanasan global, periode ulang La Nino dan EL Nina yang semakin singkat, krisis air bersih, peningkatan konsentrasi CO2 merupakan serangkaian fenomena alam yang memiliki kaitan erat dengan perubahan iklim. Kondisi tersebut bahkan menjadi cerminan nyata yang telah dirasakan masyarakat dunia, termasuk Indonesia terkait dampak perubahan iklim.
Sayangnya, salah satu faktor yang mempercepat perubahan iklim adalah agenda pembangunan yang digalakkan pemerintah. Sifat serakah manusia seringkali menyebabkan pembangunan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan. Akibatnya, laju perubahan iklim semakin cepat dan tak terbendung.
Menurut hemat saya, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) pada setiap agenda pembangunan bahkan tidak lagi pada tahap eksplorasi, melainkan telah mencapai level over-eksploitasi. SDA yang ada pun semakin terkuras, lingkungan terdegradasi, dan berimplikasi terhadap percepatan perubahan iklim, baik secara lokal maupun global.
Melihat fenomena tersebut, muncul keresahan dalam benak saya, apakah agenda pembangunan yang digadang-gadang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat harus mengorbankan lingkungan? Mengingat, pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan justru akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat saat ini dan juga masa depan.
Di sisi lain, hal tersebut juga melahirkan harga yang harus dibayarkan sebagai langkah mitigasi, penanggulangan, hingga pemulihan yang jika dirupiahkan sangat jauh lebih besar dari capaian terhadap ekonomi yang ditargetkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Minim Perhatian
Pesta demokrasi di Indonesia sudah di depan mata. Sayangnya, persoalan lingkungan hidup, terlebih perubahan iklim masih minim perhatian dari para elite politik. Padahal, adanya perubahan iklim yang ekstrem saat ini seharusnya tidak lagi disikapi secara mainstream. Perlu inovasi dan juga kolaborasi yang kuat dan digawangi oleh para elite politik bangsa ini.
Di sisi lain, aspek lingkungan seharusnya juga tidak terhenti sebagai isu “pinggiran” saja. Tidak sekadar hanya sebagai “pemanis” dalam setiap visi-misi para politisi. Sebaliknya, publik justru menunggu aksi nyata sebagai wujud keberpihakan para elit terhadap isu lingkungan, terlebih perubahan iklim.
Langkah tersebut misalnya dapat ditempuh dengan mempertimbangkan capaian indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) daerah sebagai dasar dalam bujeting dana transfer maupun bagi hasil ke daerah. Dalam hemat saya, langkah tersebut sangat praktis dan dapat berdampak besar terhadap penanganan perubahan iklim. Di sisi lain, langkah tersebut dapat menjadi bukti nyata para politisi untuk mengawal isu lingkungan hingga akar rumput.
Publik sebagai penentu masa depan bangsa juga sudah seharusnya semakin kritis terhadap isu-isu lingkungan. Publik mulai saat ini sudah harus melihat rekam jejak serta program-program yang ditawarkan dari para elite partai politik terhadap isu lingkungan. Hal tersebut penting sebagai wujud nyata kita terhadap masa depan anak-cucu kita.
Sumber:detik.com