Achmad Soleh, Pranata Humas Ahli Muda
pada Asisten Deputi Riset, Teknologi, dan Kemitraan Industri
Dalam era digital yang terus berkembang, transformasi menjadi kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang cerdas dan ramah lingkungan (smart and green government). Pengurangan penggunaan kertas melalui sistem paperless tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan efektivitas kerja, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga lingkungan. Dengan birokrasi yang lebih cerdas dan ramah lingkungan, komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang lebih adaptif, inovatif, dan berorientasi pada masa depan dapat diimplementasikan. Hal tersebut sejalan dengan upaya mendukung Sustainable Development Goals.
Pergeseran cara kerja dari metode tradisional ke sistem yang lebih modern dan digital memungkinkan proses koordinasi dan pengelolaan administrasi menjadi lebih cepat, efektif, dan transparan. Sebagai contoh, rapat dan diskusi yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, kini dapat dilakukan secara daring berbasis teknologi informasi sehingga menghemat waktu dan biaya tanpa mengurangi efektivitas. Selain itu, pergeseran cara kerja dapat mendorong pemerintah untuk konsisten dalam mengurangi limbah kertas yang dihasilkan oleh perlengkapan kerja berbasis kertas atau paperless. Dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan pemerintah, masih banyaknya kegiatan yang menggunakan perlengkapan kerja berbasis kertas, mulai dari penyusunan draf surat hingga pembuatan berkas pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Di Asia Tenggara, penggunaan sistem paperless semakin berkembang pesat sebagai bagian dari transformasi digital yang mendorong efektivitas kerja dan keberlanjutan pelestarian lingkungan. Negara-negara seperti Singapura telah memimpin dengan inisiatif Smart Nation yang memperkenalkan e-government, e-filing, dan pendidikan digital, sementara Malaysia mengembangkan platform seperti MyEG untuk memudahkan akses layanan publik secara online. Selain itu, Thailand juga telah mengembangkan Digital Government Development Agency yang bertugas mengurangi birokrasi dan mendorong penggunaan platform elektronik untuk pelayanan publik. Selain ketiga negara tersebut, Vietnam juga telah memperkenalkan sistem National Public Service Portal yang memudahkan warga untuk mengakses berbagai layanan pemerintah secara digital dan mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Coopers and Lybrand, sekitar 90% aktivitas perkantoran berfokus pada pengelolaan dokumen kertas yang sering kali tidak efektif. Rata-rata setiap dokumen diperbanyak hingga 19 salinan yang dapat meningkatkan biaya dan penggunaan ruang penyimpanan (McIndoo dalam Kartika, 2012). Hal tersebut berpotensi menimbulkan 1 dari 20 dokumen hilang sehingga menyebabkan gangguan operasional secara signifikan. Bahkan, sebuah unit kerja dapat kehilangan 15% dari seluruh dokumen sehingga menghabiskan hingga 30% waktu hanya untuk mencari dokumen yang hilang. Tak hanya itu, kebutuhan akan lemari arsip senilai USD 25.000 dengan biaya pemeliharaan tahunan sebesar USD 2.000 semakin membuktikan bahwa sistem berbasis kertas bukanlah pilihan yang tepat. Oleh karena itu, kebijakan paperless menjadi solusi yang tepat untuk mengurangi biaya, meningkatkan efektivitas, dan memastikan kelancaran operasional dalam perkantoran modern, terutama dalam birokrasi.
Perubahan sistem dari penggunakan perlengkapan kerja berbasis kertas secara manual menjadi sistem digital di lingkungan Kementerian / Lembaga dianggap tidak mudah. Banyak kendala dihadapi, seperti perubahan budaya kerja yang masih terbiasa menggunakan kertas dalam setiap kegiatan dan kurangnya pengetahuan dalam penggunaan teknologi. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan dari pimpinan tertinggi untuk mendukung perubahan sistem ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyelenggaraan pelatihan sumber daya manusia secara daring dengan tujuan agar terbiasa dengan penggunaan sistem digital.
Pada era digital yang terus berkembang dengan pesat, pemerintah perlu menerapkan sistem paperless. Hal ini sejalan dengan pendapat Badiyanto (2024) mengenai penggunaan sistem paperless dapat meningkatkan aksebilitas informasi. Dosen Prodi Informatika Universitas Teknologi Digital tersebut dalam tulisannya menyampaikan tentang penerapan paperless menciptakan masa depan berkelanjutan. Lebih lanjut, dengan dokumen digital, informasi dapat dengan cepat dicari dan diakses melalui perangkat elektronik asalkan terhubung ke internet. Hal tersebut memungkinkan individu untuk tetap terhubung dan produktif di mana saja mereka berada. Sebelum sistem paperless diterapkan, pegawai sering kali menghabiskan waktu untuk mencetak, mengarsipkan, dan mencari dokumen fisik.
Peralihan ke sistem paperless dalam menjalankan aktivitas perkantoran sehari-diharapkan mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih efektif. Apabila kebijakan ini diterapkan dengan baik, pengurangan perlengkapan kerja berbasis kertas tidak hanya membawa efektivitas pekerjaan, tetapi juga membentuk birokrasi yang lebih modern, cepat, dan ramah lingkungan. Dalam hal ini, digitalisasi bukan hanya menjadi tren, tetapi juga menjadi kebutuhan yang harus diadopsi untuk kemajuan bersama.
Sistem paperless mendorong proses kerja menjadi lebih cepat dan mudah melalui pencarian digital serta otomatisasi alur kerja. Dokumen dapat diakses kapan saja tanpa perlu bergantung pada dokumen fisik sehingga mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan efektivitas kerja. Selain itu, sistem ini juga dapat mengurangi kesalahan dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Menurut Jurnal Ilmiah Lingkar Studi Komunikasi (LISKI) penerapan paperless selain sebagai kegiatan administrasi juga merupakan aplikasi yang memudahkan pengguna untuk berkomunikasi. Saat ini, sistem paperless sudah banyak digunakan oleh universitas di Indonesia. Namun demikian, dalam penerapannya harus diimbangi dengan SDM yang melek terhadap penggunaan internet dan aktif dalam mengelola sistem tersebut. Untuk itu, sistem paperless memerlukan dukungan dan komitmen dari pihak, terutama dalam penerapannya secara konsisten.
Dalam mengimplementasikan sistem paperless, diperlukan konsistensi dari seluruh elemen pemerintahan. Sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi penggunaan kertas di berbagai tingkatan, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah. Upaya ini sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Di dalam Perpres tersebut, pemanfaatan teknologi informasi diatur untuk menciptakan pemerintahan yang lebih terpadu, transparan, dan akuntabel melalui konsep paperless office. Melalui implementasi Perpres ini secara konsisten diharapkan pemerintah menciptakan sistem kerja yang lebih efisien dan ramah lingkungan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik. Dengan begitu, pemerintah akan mendorong efektivitas pelayanan publik yang cerdas dan ramah lingkungan melalui cara sederhana.
Referensi
Badiyanto. (2024). Penepan Paperless Menciptakan Masa Depan Berkelanjutan. https://www.utdi.ac.id/terbitan/117/penerapan-paperless-menciptakan-masa-depan-berkelanjutan. Diakses pada 7 Februari 2025 pukul 16.10 WIB.
Herdiana, F. (2019). Penerapan Dan Pemanfaatan E–Office Sebagai Dalam Perwujudan Paperless Office. JIKAP (Jurnal Informasi Dan Komunikasi Administrasi Perkantoran), 3(1), 68-74.
Iskandar, T. P., & Wardiani, W. (2020). Penerapan Paperless Sebagai Media Komunikasi Digital. Penerapan Paperless Sebagai Media Komunikasi Digital, 6(2), 95-99.
Septanto, H., & Hidayatullah, A. (2022). Perancangan Sistem Informasi Monitoring Proyek Berbasis Web Untuk Mendukung Implementasi Paperless Office. Jurnal Tera, 2(2), 34-43.
Sulistiyono, M., & Yasin, F. (2016). Pemanfaatan Paperless Office System Dalam E-Government Studi Kasus Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. Respati, 11(31).
Sumber :Kemenko PMK