Penyakit Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru (PIB) yang muncul secara tiba-tiba, seperti SARS, MERS, hingga COVID-19 sering kali muncul dari interaksi manusia dengan hewan. Penyebaran penyakit zoonosis dan PIB bisa terjadi sangat cepat dan berdampak besar, tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada aspek sosial, ekonomi, dan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pendekatan lintas sektor (One Health) yang melibatkan sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan, menjadi sangat penting untuk mendeteksi dan merespons penyakit secara lebih efektif.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melaksanakan uji coba Sistem Informasi Zoonosis dan Emerging Infectious Diseases (SIZE) versi 2025 di Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebagai langkah strategis dalam meningkatkan deteksi dini dan respons cepat terhadap penyakit zoonosis dan PIB.
Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas dan Ketahanan Kesehatan Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni menyampaikan apresiasi atas terbentuknya Tim Koordinasi Daerah (Tikorda) Zoonosis dan PIB di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di DIY. Penunjukan DIY sebagai locus uji coba didasari oleh komitmen DIY dalam menindaklanjuti Permenko PMK Nomor 7 Tahun 2022 yang mengatur pedoman pencegahan dan pengendalian zoonosis dan PIB.
“Kita saat ini arahnya lebih ke hulu, jangan menunggu terjadi ‘kebakaran’ baru memadamkannya,” tambah Nancy, menekankan pentingnya upaya pencegahan dan kesiapsiagaan sejak dini.
Uji coba SIZE akan berlangsung selama dua minggu untuk memastikan sistem dapat berjalan optimal dan menerima masukan dari para pemangku kepentingan. Uji coba serupa juga akan dilakukan di Provinsi Bali pada 11 September 2025 mendatang. SIZE versi 2025 ini juga direncanakan akan diaktivasi secara bertahap, serentak per regional dimulai Oktober 2025.
Kepala Biro Kesra Pemprov DIY Faisol Muslim, dalam sambutannya menjelaskan bahwa SIZE merupakan platform yang mampu mempercepat pertukaran data dan informasi lintas sektor serta memperpendek rantai birokrasi dalam menangani potensi wabah. “SIZE menjadi salah satu alat bantu penting dalam memperkuat respon daerah terhadap penyakit menular potensial wabah, serta mendukung pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam penanggulangan bencana non-alam,” pungkasnya.
Sebagai informasi, SIZE telah mendapat pengakuan internasional dan menjadikan Indonesia sebagai leader One Health di Asia Tenggara dalam Forum G20. Proses bisnis SIZE ini juga telah masuk dalam penilaian The Joint External Evaluation (JEE) tahun 2017 dan 2023.
Saat ini SIZE memungkinkan pemantauan empat penyakit prioritas, yaitu: Rabies, Leptospirosis, Anthrax, dan Flu Burung serta berpotensi diperluas untuk memantau penyakit lainnya dimasa mendatang. Seluruh kasus dapat dimonitor secara real-time dengan pembaruan data setiap lima menit. Sistem ini juga bersifat terpadu lintas sektor dan diharapkan dapat menjadi alat bantu yang efektif bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan SPM, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 101 Tahun 2018.
Sebelumnya, SIZE telah diluncurkan pada 19 Desember 2023 oleh Menko PMK Muhadjir Effendy, namun sempat mengalami kendala teknis operasional, versi terbaru telah dikembangkan melalui proses reaktivasi dan penulisan ulang (rewrite) sistem yang melibatkan artificial intelligence (AI).
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak, antara lain perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Pemerintah Provinsi DIY. Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul dan FAO ECTAD, termasuk para petugas lintas sektor yang melaksanakan surveilans dan respons cepat.
Sumber :Kemenko PMK