PEKANBARU – Stunting merupakan ancaman terhadap kualitas hidup, produktivitas, dan daya saing terhadap pembangunan sumber daya manusia.
Gubernur Riau Syamsuar meminta para pemangku kepentingan untuk lebih serius menurunkan kasus stunting di wilayah ini, setelah menyoroti prevalensi stunting di Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Siak dan Kota Pekanbaru mengalami kenaikan itu.
“Prevalensi stunting di Kota Pekanbaru berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 adalah 11,8 persen, namun beberapa bulan terakhir justru naik menjadi 16,8 persen. Kasus ini perlu dikeroyok bersama agar stunting menurun,” kata Gubernur Riau Syamsuar pada kegiatan penilaian kinerja Kabupaten Kota dalam pelaksanaan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting di Pekanbaru, Kamis.
Gubernur Syamsuar meminta pemerintah daerah dan perusahaan melalui program kepedulian sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) mengintervensi berupa pemberian makanan bergizi dan lain-lain kendati secara umum prevalensi stunting Riau menurun.
Secara umum, kata Syamsuar lagi, prevalensi stunting di Riau berdasarkan SSGI tahun 2021 untuk Riau adalah 22,3 persen dan data SSGI 2022 turun menjadi 17 persen. Prevalensi stunting di daerah lain yang masih tinggi berdasarkan SSGI tahun 2022 adalah Kabupaten Indragiri Hilir menjadi 28,5 dan Kabupaten Siak 22,0 persen.
“Karena itu penilaian kinerja yang dilaksanakan hari ini menjadi penting sebagai hasil kinerja dari pembinaan dan pengawasan pemerintah dan komitmen kepala daerah dalam pencegahan stunting,” katanya.
Stunting, kata Gubernur Syamsuar merupakan ancaman terhadap kualitas hidup, produktivitas, dan daya saing terhadap pembangunan sumber daya manusia dampak dari pertumbuhan otak dan perkembangan metabolisme tubuh yang terganggu dalam jangka panjang sehingga stunting harus menjadi isu prioritas pemerintah Provinsi Riau.
“Kami minta semua kabupaten kota agar sama-sama menurunkan angka stunting, supaya bisa dibawah 17 persen. Karena target pemerintah pusat kan 14 persen,” ujarnya.
Kepala Kantor Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Riau Mardalena Wati Yulia mengatakan stunting merupakan ancaman serius sebagai dampak dari terganggunya pertumbuhan otak dan perkembangan metabolisme tubuh dalam jangka panjang.
Ia menjelaskan stunting atau keterlambatan pertumbuhan merupakan masalah gizi kronis yang sering terjadi pada anak-anak di dunia, termasuk Indonesia. Stunting sendiri, dapat terlihat ketika anak memiliki tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan normal yang seharusnya dimiliki oleh anak pada usia yang sama.
Karena itu stunting, katanya lagi, menjadi isu prioritas yang harus di tindak lanjuti dan berharap target penurunan stunting di Riau bisa menjadi 14 persen tahun 2024 sesuai target ditetapkan Presiden Jokowi.
“Semoga target tersebut bisa tercapai, namun demikian ada dua Kabupaten yang saat ini angka penurunan kasus stunting tergolong cukup baik yakni Kabupaten Pelalawan 11,2 persen, dan Kabupaten Bengkalis 8,4 persen,” demikian Mardalena.
Sumber: Antara