PERISTIWA

Suhu Panas Ekstrem Tewaskan 61 Ribu Warga Eropa

856
×

Suhu Panas Ekstrem Tewaskan 61 Ribu Warga Eropa

Sebarkan artikel ini
Panas ekstrem di Eropa. (Foto: Getty Images/Kiran Ridley)

JAKARTA – Pakar kesehatan masyarakat yang melakukan penelitian menemukan 61.672 orang meninggal karena cuaca panas di Eropa.

Dikutip Penjurupos dari detik.com, Negara dengan tingkat kematian paling tinggi terjadi di Italia, Yunani, Spanyol, dan Portugal.

Dalam studi terbaru yang dilakukan, lebih dari 61 ribu orang di Eropa tewas karena gelombang panas pada musim panas lalu.

Data tersebut ditemukan berdasarkan musim panas terpanas tahun lalu di Eropa pada akhir Mei sampai awal September 2022.

“Kita berbicara tentang orang-orang yang karena terjadinya suhu panas ini hingga memicu kematian mereka,” ucap profesor riset iklim dan kesehatan Barcelona Institute for Global Health Joan Ballester dikutip dari The Guardian, Rabu (12/7/2023).

Diungkapkan bahwa kematian yang secara langsung akibat dari sengatan panas sebenarnya cenderung kecil. Namun, dalam kebanyakan kasus cuaca panas dapat membuat tubuh berhenti mengatasi masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan paru-paru sehingga menyebabkan kematian.

Perubahan iklim karena perilaku manusia disebut menjadi penyebab utama terjadinya gelombang panas yang semakin parah.

Panas ekstrem dapat menyebabkan stroke panas, memperparah penyakit kardiovaskular dan pernapasan, hingga kondisi ini juga rentan pada lansia.

Dalam penelitiannya, para ilmuwan menggunakan model epidemiologi untuk menganalisis berapa banyak kematian yang dapat langsung dikaitkan dengan cuaca panas.

Dalam setiap pekan di musim panas 2022, suhu rata-rata di Eropa selalu melebihi angka dasar dari tiga dekade sebelumnya. Suhu terpanas melanda pada 18 sampai 24 Juli dan menewaskan 11.637 orang.

Para ilmuwan memperkirakan angka kematian yang tinggi pada musim panas 2022 terjadi karena anomali suhu. Anomali suhu merupakan jarak rasa panas yang dirasakan pada hari ini dan masa lalu.

Selain itu, suhu di Eropa tercatat meningkat hampir dua kali lebih cepat dari rata-rata global.

“Kami memiliki kedua faktor yang berkontribusi terhadap kematian. Pada akhirnya suhu mutlak yang membunuh,” ujar Ballester.***

Editor: Redaksi