JAKARTA – 5 October 2021 – Studi akademis menunjukkan peningkatan hubungan antara kesehatan oral yang buruk dan penyakit sistemis, termasuk diabetes dan penyakit kardiovaskular, dan hubungannya dengan komplikasi dalam kehamilan. Tetapi penelitian terbaru dari Ipsos, yang dilakukan dalam kemitraan bersama GSK Consumer Healthcare menunjukkan bahwa hubungan ini masih belum diketahui secara luas. Temuan tersebut mengarah pada keprihatinan yang mengkhawatirkan, bahwa orang-orang mungkin tidak merawat kesehatan oral mereka secara proaktif sebagaimana yang seharusnya mereka lakukan, agar mereka dapat menikmati berbagai manfaat kesehatan yang lebih luas dari kesehatan mulut yang baik.
Studi terbaru oleh Ipsos dan GSK Consumer Healthcare, dengan 4.500 peserta dari 9 negara, termasuk 500 peserta dari Indonesia. Temuan utama dari responden di Indonesia menyoroti kesadaran publik yang rendah terhadap dampak kesehatan oral yang baik terhadap kesehatan secara keseluruhan dan keperluan untuk mempromosikan kebiasaan kesehatan mulut yang baik di Indonesia.
- Kesadaran yang rendah terhadap pentingnya kesehatan oral yang baik selama kehamilan
Selama kehamilan, level hormon yang tinggi bisa mengubah cara tubuh bereaksi terhadap pembentukan plak, menimbulkan pembengkakan gusi, yang merupakan pertanda dini penyakit gusi. Perempuan hamil dengan penyakit gusi yang parah, yang juga dikenal sebagai periodontitis, memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap melahirkan prematur, menderita praeklampsia, atau melahirkan bayi dengan berat badan rendah – sehingga penting untuk memiliki kebiasaan kesehatan oral yang baik dan meminta nasihat dari profesional perawatan kesehatan 1.
Namun, hanya 54% responden survei yang menyadari bahwa perawatan kesehatan mulut yang baik dapat mendukung kehamilan yang lebih sehat, dengan risiko komplikasi yang lebih rendah. Kesadaran terhadap risiko kesehatan mulut yang buruk bagi kehamilan bahkan lebih rendah di kalangan responden yang berusia lebih lanjut yang akan menjadi kakek/nenek, dan sering kali para penasihat. Sementara sekitar 55% dari mereka yang berusia di bawah 50 tahun mengetahui risiko tersebut, angka tersebut turun sampai 50% bagi orang yang berusia di atas 50 tahun.
- Kelompok berisiko yang lebih tinggi tidak menyadari hubungan antara kesehatan mulut dengan diabetes
Kesehatan mulut yang buruk bisa menyebabkan peradangan gusi dan infeksi. Hal ini mempersulit tubuh untuk mengendalikan level gula darah, dan merespons dengan baik terhadap insulin2. Pada gilirannya, level glukosa darah yang tinggi dalam ludah penderita diabetes Tipe 1 dan Tipe 2 bisa meningkatkan risiko kerusakan gigi, dan level gula darah mereka yang tinggi bisa menimbulkan luka umum, termasuk luka di dalam mulut, yang penyembuhannya menjadi lebih pelan.
Sementara 58% responden yang berusia antara 18-29 tahun menyadari bahwa kesehatan mulut yang baik memiliki dampak positif dalam membantu mempertahankan level gula darah dan menangani diabetes, angka ini turun menjadi hanya 49% bagi responden yang berusia di atas 50 tahun. Bagi kelompok berusia lebih dari 50 tahun yang berisiko lebih tinggi, yang lebih mungkin mengidap Diabetes tipe 2, perlu peningkatan kesadaran dan edukasi yang lebih ditargetkan.
- Kesehatan mulut berhubungan dengan penyakit kardiovaskular sehingga sebaiknya diketahui
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang menderita penyakit gusi parah memiliki risiko yang lebih besar terhadap penyakit
jantung. Bakteri yang menyerang gusi dapat tersebar ke seluruh tubuh dalam
aliran darah dan bisa menyebabkan peradangan 3.
68% responden menyadari bahwa kebiasaan kesehatan mulut yang baik bisa mengurangi risiko timbulnya penyakit kardiovaskular.
Studi tersebut menyoroti peran signifikan dari kunjungan ke dokter gigi secara teratur dalam meningkatkan pemahaman terhadap relevansi kesehatan mulut terhadap kesehatan secara keseluruhan. Responden yang mengunjungi dokter gigi dengan lebih sering selama pandemi dibandingkan dengan sebelumnya, lebih menyadari dampak kesehatan mulut terhadap seluruh kondisi yang dicantumkan dalam survei.
- 76% responden di Asia Tenggara yang lebih sering mengunjungi dokter gigi dibandingkan dengan waktu sebelum adanya COVID-19, menyadari bahwa kesehatan mulut yang baik bisa meningkatkan peluang kehamilan yang sehat, dibandingkan dengan rata-rata 58% responden.
- 77% responden di Asia Tenggara yang lebih sering mengunjungi dokter gigi dibandingkan dengan waktu sebelum adanya COVID-19, menyadari bahwa kesehatan mulut yang baik bisa menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, dibandingkan dengan rata-rata 65% responden.
- 74% responden di Asia Tenggara yang lebih sering mengunjungi dokter gigi dibandingkan dengan waktu sebelum adanya COVID-19, menyadari bahwa kesehatan mulut yang baik bisa membantu menangani diabetes, dibandingkan dengan rata-rata 62% responden.
drg. Hari Sunarto, Sp.Perio(K), Presiden Ikatan Periodontologi Indonesia, mengatakan, “Hubungan antara kesehatan mulut dan kesehatan secara keseluruhan telah didokumentasikan dengan baik oleh komunitas ilmiah. Namun, kesadaran publik terhadap manfaat yang lebih luas dari menyikat gigi dengan hati-hati, merawat rongga mulut Anda, dan kunjungan berkala ke dokter gigi masih tetap rendah, ini sangat mengkhawatirkan. Ada kebutuhan nyata untuk menunjukkan kepada konsumen bahwa risikonya lebih besar daripada hanya sekadar senyum, jika mereka tidak merawat mulut mereka dengan baik.”
Emerson Aguinaldo, Manajer Umum, Asia Tenggara dan Taiwan, GSK Consumer Healthcare, mengatakan, “Sehat bukanlah hanya tentang memasang foto Anda sedang berlari atau berolahraga di pusat kebugaran – melainkan bisa merupakan kebiasaan yang paling biasa, kebiasaan di balik layar yang memiliki dampak terbesar. Kebiasaan perawatan mulut yang baik seperti menyikat gigi secara teratur dengan baik menggunakan produk kesehatan konsumen yang sudah terbukti efektif (pasta gigi, cairan kumur, dan benang gigi) bukanlah pengecualian. Kita perlu menunjukkan kepada orang-orang tentang betapa hebatnya kebiasaan ini, karena banyak efek positif yang bisa ditimbulkan terhadap kesehatan secara keseluruhan, yang pada akhirnya mengurangi risiko menimbulkan sejumlah kondisi kesehatan dalam jangka panjang.
Sebagai perusahaan layanan kesehatan global terkemuka, kami menjalin kerja sama erat dengan pekerja garis depan di bidang kesehatan, apoteker, dokter gigi, dan organisasi pemerintah untuk memberdayakan konsumen kami agar merawat kesehatan mereka sehari-hari dengan lebih baik, dan dengan melakukannya, mengurangi tekanan dalam penyediaan layanan kesehatan kami.”
Tentang survei tersebut
Secara keseluruhan, ada 4.500 orang yang mengikuti survei dari lima negara Eropa (Prancis, Jerman, Britania Raya, Spanyol, dan Rusia) dan empat negara Asia Tenggara (Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand). 500 orang yang berusia di atas 18 tahun ikut serta dalam survei di tiap negara. Survei tersebut diadakan secara daring antara tanggal 17 dan 26 Februari 2021. Data tersebut dipetakan secara proporsional terhadap metadata – usia, jenis kelamin, wilayah – dalam total populasi. Selain itu, seluruh peserta yang datanya dipertimbangkan telah menyetujui Adverse Event Tracker atau Pelacak Kejadian Tidak Diharapkan (yang diteruskan kepada produsen dalam bentuk anonim jika ada masalah dengan produk).
Tentang GSK / GSK Consumer Healthcare
GSK adalah perusahaan layanan kesehatan global yang didorong oleh sains. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi https://www.gsk.com/en-gb/about-us/
Bisnis Layanan Kesehatan Konsumen kami yang terkemuka di dunia menggabungkan sains yang tepercaya dan pemahaman manusia untuk menciptakan merek layanan kesehatan sehari-hari yang inovatif, yang dipercaya oleh para konsumen, dan direkomendasikan oleh pakar dalam kesehatan mulut, pereda nyeri, pilek, flu dan alergi, kesehatan pencernaan dan vitamin, mineral dan suplemen.
Portofolio kami yang terdiri dari berbagai merek tepercaya yang dicintai di antaranya Sensodyne, parodontax, Polident, Advil, Voltaren, Panadol, Otrivin, Theraflu, dan Centrum.