DUMAI – Harkat dan martabat masyarakat Melayu Kota Dumai nyaris terusik akibat ulah sekelompok orang tak dikenal yang masuk ke lahan milik Datuk Seri Zamhur Egab tanpa izin dan melakukan penebasan belukar, Selasa (5/8/2025) siang. Kejadian tersebut memicu kemarahan dari pihak Zamhur dan nyaris menimbulkan ketegangan.
Pagi harinya, sekitar pukul 09.00 WIB, Pengadilan Negeri (PN) Dumai melalui Panitera melakukan constatering atau pencocokan objek sengketa di lapangan. Proses ini merupakan tahapan lanjutan sebelum eksekusi dalam perkara perdata Nomor: 39/Pdt.G/2023/PN.Dum. Hadir dalam proses tersebut pihak penggugat sekaligus pemohon eksekusi Hotmasi Panggabean, beserta kuasa hukumnya.
Pihak termohon, yakni Zamhur yang juga Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kota Dumai, turut hadir bersama kuasa hukumnya Raja Junaidi, SH, serta didampingi sejumlah pengurus LAMR dan tokoh adat seperti Punggawa dan Tameng Adat.
Meski terjadi perdebatan, proses constatering berlangsung dalam situasi kondusif hingga selesai sekitar pukul 10.00 WIB.
Namun, situasi berubah pada pukul 13.30 WIB. Pihak Zamhur mendapat kabar bahwa sekelompok orang masuk ke lahan miliknya dan melakukan penebasan tanaman dan semak. Mendapat informasi tersebut, Zamhur bersama sejumlah tokoh adat segera mendatangi lokasi.
Setibanya di lokasi, pihak Zamhur mendapati beberapa orang tengah membersihkan lahan. Setelah dimintai keterangan, mereka mengaku mendapat perintah dari seseorang bernama “Gabe” yang kemudian diketahui adalah Hotmasi Panggabean. Di antara mereka juga terlihat seorang pengacara dan mantan anggota DPRD Dumai, Sitorus.
Dihadapan para pekerja dan kuasa hukum, Datuk Jailani — tokoh adat yang turut mendampingi Zamhur — meluapkan kemarahan.
“Siapa yang menyuruh kalian untuk menebas rumput? Nampaknya kalian ingin membuat Dumai tidak kondusif. Kau seorang pengacara, tahu proses hukum belum sampai tahap eksekusi sudah berani membersihkan kebun orang!” tegasnya dengan nada tinggi.
Para pekerja dan kuasa hukum hanya terdiam dan beralasan bahwa mereka hanya menjalankan perintah. Sitorus sendiri berdalih tidak mengetahui banyak karena ponselnya tertinggal.
Di lokasi kejadian, sempat terlihat sebuah mobil Pajero putih yang langsung melaju cepat begitu rombongan Zamhur tiba. Salah seorang anggota LAMR, Akhmad Khadafy, mencoba mengejar kendaraan tersebut namun kehilangan jejak.
“Aku rasa otak yang menyuruh menebas ada dalam mobil yang kabur itu,” kata Khadafy.
Setelah insiden tersebut, seluruh orang yang melakukan penebasan diperintahkan meninggalkan lokasi, disertai peringatan keras untuk tidak mengulangi tindakan provokatif yang dapat mengganggu kondusivitas daerah.
Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Hukum
Kuasa hukum Datuk Zamhur, Raja Junaidi, SH, menilai proses hukum dalam perkara ini sarat kejanggalan. Ia menegaskan bahwa kliennya memiliki sertifikat sah atas tanah tersebut, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 895 sejak 20 September 1984 seluas 18.673 m².
Adapun tanah yang menjadi objek gugatan oleh Hotmasi Panggabean berdasarkan SHM Nomor 897, diketahui berbatasan langsung dengan tanah milik Zamhur. Oleh karena itu, menurut Raja Junaidi, tidak terjadi tumpang tindih dan seharusnya objek yang dimohonkan eksekusi bukan berada di atas tanah kliennya.
Lebih lanjut, ia menyebut proses aanmaning (peringatan eksekusi) tidak pernah disampaikan kepada pihaknya.
“Kami tidak pernah menerima pemberitahuan aanmaning, bahkan constatering pun tidak diundang secara resmi. Ini cacat prosedur,” ujar Junaidi.
Ia meminta PN Dumai menunda dan membatalkan eksekusi, mengingat objek perkara tidak sesuai dengan yang hendak dieksekusi. Ia menilai perkara ini sebagai non-executable.
Datuk Zamhur juga memperlihatkan SHM yang masih atas namanya, dan belum pernah dijual ataupun dibalik nama.
“Kalau ada yang menggugat, gugat saja ahli waris penjualnya, bukan saya. Ini tanah saya, saya punya sertifikat sah. Saya akan pertahankan hak saya,” tegas Zamhur.
Para tokoh adat yang hadir di lokasi mengingatkan semua pihak agar tidak melakukan tindakan yang dapat memicu konflik horizontal di tengah masyarakat.
“Dumai selama ini kondusif. Jangan sampai ada yang bermain-main dan menodai harmoni yang sudah terjalin,” ujar Datuk Jailani.
Sementara itu, Akhmad Khadafy menegaskan pentingnya menjaga hak dan tanah milik masyarakat Melayu.
“Kalau tanah bersertifikat bisa seenaknya diambil orang, habislah kita. Ini bukan hanya soal lahan, tapi soal harga diri,” tegasnya.
Mereka mendesak agar perkara ini dikaji ulang secara menyeluruh dan tidak dilakukan tindakan sepihak yang bisa memperkeruh suasana.***












