Peringatan 747 tahun wafatnya Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī diadakan pada tanggal 7 Desember dan 17 Desember 2020 dalam Upacara Seb-i Arus yang diadakan di Konya, salah satu kota besar di Turki.
JAKARTA – 24 Desember 2020 – Ketika berita pandemi pertama kali tersebar pada awal tahun ini, banyak rencana seputar perjalanan, pernikahan besar, dan pertemuan untuk berbagai perayaan meriah ditunda untuk kebaikan yang lebih besar. Sementara banyak negara belum membuka akses untuk perjalanan internasional, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang masih mengizinkan penduduk setempat untuk melintasi perbatasan internasional (dengan aturan ketat agar mengikuti prosedur operasional standar yang tepat), sehingga memungkinkan orang Indonesia untuk melanjutkan impian mereka untuk berkelana sambil menyaksikan berbagai acara penting seperti upacara Seb-i Arus di Turki.
Tiap tahun sejak 1937, wafatnya Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī diperingati dalam upacara Seb-i Arus (Malam Reuni dengan Ilahi) di Konya, tempat kelahiran ordo Mevlevi pada abad ke-13 dan rumah bagi makam Rumi. Konya adalah kota yang tidak hanya dikenal dengan Mevlāna, tetapi juga karena budayanya yang kaya, yang merupakan paduan warisan sejarah yang signifikan.
Tahun 2020 menandai peringatan 747 tahun wafatnya Sufi, penyair, dan cendekiawan terkenal dunia, Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī, yang dikenal oleh dunia sebagai Rumi. Tahun ini, pada tanggal 7 Desember dan 17 Desember 2020, dengan dukungan dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Turki, serta Badan Promosi dan Pengembangan Pariwisata Turki, upacara Sema yang merupakan bagian dari upacara Seb-i Arus dilaksanakan di Pusat Kebudayaan Rumi, yang terletak di Konya. Karena pandemi dan partisipasi yang terbatas selain tamu khusus dan undangan kementerian, upacara tersebut disiarkan secara langsung di akun Twitter dan Facebook GoTurkey, serta story waktu nyata yang dibagikan dari akun Instagram GoTurkey (www.goturkey.com).
Dengan partisipasi Ketua Majelis Agung Nasional Turki, Prof. Dr. Mustafa Şentop, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Turki, Mehmet Nuri Ersoy dalam perayaan tersebut, Wakil Presiden Yayasan Mevlâna (Rūmī) Internasional, Esin Çelebi Bayru (yang juga merupakan cucu generasi ke-22 dari Rumi dan sosiolog) serta penulis dan pakar Rumi, Ali Bektaş, berkumpul bersama para jurnalis dari seluruh dunia.
Menurut pencinta perjalanan dan tokoh media sosial Indonesia, Wira Nurmansyah, ajaran Mevlāna tentang cinta sudah dikenal luas di Indonesia, dan berpengaruh besar terhadap penduduk lokal seperti dirinya.
“Menyaksikan ritual itu sangat menyentuh saya. Tidak hanya itu, suasana spiritual di Konya memberikan pengaruh positif bagi seorang Muslim seperti saya, selain dari sekian banyak tempat wisata Muslim lainnya yang menarik, yang ada di Turki,” kata Wira, yang menambahkan bahwa upacara ini meninggalkan kesan yang luar biasa dalam perjalanannya yang pertama ke Turki pada awal bulan Desember 2020.
Tokoh media sosial Indonesia lainnya, Ashari Yudha, juga hadir dalam upacara tersebut bersama Wira dalam perjalanan ini. Mereka diundang secara pribadi sebagai tamu dari Kantor Pariwisata Kedutaan Besar Turki serta Badan Promosi dan Pengembangan Pariwisata untuk acara spesial ini.
Upacara Seb-I Arus, suatu ritual tahunan di Turki
Upacara Seb-i Arus, yang diadakan tiap tahun pada tanggal 17 Desember, memiliki arti ‘malam pengantin’ dalam bahasa Turki. Malam pengantin tersebut dikenal dalam ordo Mevlevi sebagai malam ketika Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī wafat. Karena Jalāl ad-Dīn Muhammad Rūmī menganggap kematiannya bukan sebagai akhir, melainkan sebagai reuni dengan Tuhan tercinta, maka peringatan kematiannya disebut sebagai ‘Malam Pengantin’, yang juga disebut sebagai ‘Malam Reuni’.
Rumi menafsirkan kematian sebagai kembalinya seseorang ke asalnya, “kembali kepada Allah” karena fakta bahwa sumber kehidupannya adalah alam Ilahi; menurut beliau, kematian bukanlah lenyapnya jasmani, melainkan perjalanan menuju Allah. Rumi mengungkapkan filosofinya tentang kematian dengan kata-kata ini: “Semua orang menyebutnya sebagai pergi, namun saya menyebutnya sebagai reuni.”