ANKARA – Erdogan menyalahkan ‘rasisme institusional’ dan masa lalu kolonial Prancis sebagai penyebab semakin meluasnya kerusuhan.
Seperti dilansir dari detiknews, Selasa (4/7/2023), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengomentari kerusuhan yang meluas di Prancis, buntut kematian remaja 17 tahun yang ditembak oleh polisi.
Pemerintah Prancis berupaya meredakan kerusuhan dan penjarahan yang meluas di ibu kota Paris dan wilayah-wilayah lainnya, sejak remaja bernama Nahel M (17) ditembak mati oleh seorang polisi yang mencegatnya di jalanan pada Selasa (27/6) pekan lalu.
Nahel merupakan warga negara Prancis keturunan Aljazair.
Erdogan diketahui menggambarkan dirinya sebagai pembela umat Islam sedunia, sejak memimpin partainya yang berakar Islam berkuasa di Turki selama dua dekade terakhir.
Dalam komentarnya pada Senin (3/7) waktu setempat, Erdogan menyebut penyebab meluasnya kerusuhan di Prancis adalah ‘Islamofobia’ yang dia kaitkan dengan masa lalu kolonial negara itu.
“Di negara-negara yang terkenal dengan masa kolonialnya, rasisme budaya telah berubah menjadi rasisme institusional,” sebut Erdogan dalam pernyataan yang disiarkan televisi Turki, setelah memimpin rapat kabinet mingguan.
“Akar dari peristiwa yang dimulai di Prancis adalah arsitektur sosial yang dibangun oleh mentalitas ini. Sebagian besar imigran yang terkutuk untuk tinggal di lingkungan ghetto, yang ditindas secara sistematis, adalah Muslim,” ucapnya.
Dia juga mengecam aksi penjarahan yang marak bersamaan dengan kerusuhan yang meluas di Prancis.
“Jalanan tidak bisa digunakan untuk mencari keadilan. Namun, jelas bahwa otoritas setempat juga harus belajar dari ledakan sosial tersebut,” cetus Erdogan.
Penembakan yang menewaskan remaja Prancis pada Selasa (27/6) lalu itu mengungkap perpecahan politik yang mendalam di negara tersebut. Banyak tokoh sayap kanan membela aparat keamanan, sedangkan tokoh sayap kiri melihat kematian remaja itu sebagai akibat dari rasisme sistemik dalam tubuh kepolisian.
Kerusuhan dan penjarahan yang meluas di Prancis semakin memperdalam polarisasi yang ada.
Polisi yang diidentifikasi oleh media Prancis sebagai Florian M (38), telah ditahan dan didakwa atas pembunuhan. Dalam video penembakan yang terungkap, Florian terlihat bersama seorang polisi lainnya sedang mencegat mobil Mercedes warna kuning yang dikemudikan Nahel tanpa SIM di wilayah Nanterre, pinggiran Paris bagian barat, pada Selasa (27/6) pagi.
Terlihat dalam video bahwa Florian mengeluarkan senjata apinya dan menembak Nahel dari jarak dekat dia remaja itu kabur dengan mobilnya dari lokasi. Perdana Menteri (PM) Prancis Elisabeth Borne menegaskan bahwa hal itu ‘jelas tidak sesuai dengan aturan keterlibatan polisi’.
Florian juga menghadapi dakwaan memberikan pernyataan palsu, dengan awalnya mengklaim dirinya melepas tembakan saat Nahel melaju ke arahnya.
Seorang remaja lainnya yang ada di dalam mobil yang sama dengan Nahel, menuturkan kepada media lokal bahwa polisi memukul Nahel dengan gagang senjata api sebelum melepas tembakan ke arahnya. “Kamu akan mendapatkan peluru di kepala,” demikian bunyi suara dalam video penembakan tersebut.***
Editor: Redaksi