Kemenko PMK – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan melalui Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana melaksanakan Focus Group Discussion sebagai langkah strategis untuk membangun kerjasama multisektor bersama Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait, Lembaga Akademik, Private Sector, Asosiasi Dibidang Lingkungan dan Kebencanaan, serta Komunitas dan/atau pegiat lingkungan, guna membahas tindak lanjut program action plan tentang Gerakan Panen Air Hujan di Indonesia.
Komitmen Kemenko PMK untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi telah diimplementasikan secara massif, melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema, “Optimalisasi Program Gerakan Panen Air Hujan dalam Meningkatkan Kapasitas Masyarakat Terhadap Risiko Bencana Hidrometeorologi”, yang dilaksanakan secara hybrid pada hari Rabu (30/7/2025).
Kegiatan FGD tersebut diikuti sebanyak 56 peserta secara daring (online) dan 30 peserta hadir secara luring (offline), serta menghadirkan narasumber yang berkompeten, ahli dan/atau expert dibidangnya meliputi, Ir. Sri Astuti Soedjoko selaku Koordinator Pelaksana Lapangan Banyumanik Research Center, Machmuddin, AP., MM., selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bojonegoro, dan Prof. Dr.-Ing. Ir. Agus Maryono, IPM., ASEAN.Eng., selaku Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.
Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Andre Notohamijoyo beserta tim mendiskusikan pentingnya implementasi kebijakan yang lebih solutif, responsif, dan terukur, melalui kegiatan mitigasi maupun strategi penanganan di wilayah rentan terdampak bencana hidrometeorologi (kekeringan dan banjir).
Dalam rangka mengatasi dampak bencana hidrometeorologi, adaptasi dibidang inovasi teknologi dan penguatan ekosistem kebencanaan sangatlah dibutuhkan. Hal itu perlu menjadi penekanan kebijakan yang lebih komprehensif, dikarenakan faktor perubahan iklim (climate change) ditingkat global saat ini berpengaruh signifikan terhadap pola cura hujan di Indonesia. Selain itu, rendahnya kualitas pengelolaan air juga berdampak negatif bagi keberlangsungan pertanian maupun perkebunan yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat sekarang.
Asisten Deputi Andre menegaskan, “Diperlukan adanya solusi konkret melalui pemanfaatan teknologi Instalasi Panen Air Hujan (IPAH), sebagai fasilitasi pendukung untuk adaptasi terhadap perubahan iklim, sekaligus tidak kalah penting mendorong keterlibatan masyarakat maupun multipihak dalam mengatasi masalah kelangkaan sumber air utamanya di wilayah rawan bencana kekeringan”.
Anggota tim pengurangan risiko bencana Hotman Gayus menambahkan bahwa hal yang dibutuhkan dalam gerakan panen air hujan adalah keterlibatan langsung dari elemen multipihak dalam mendukung penguatan kebijakan Pemerintah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, khususnya di wilayah berpotensi bencana hidrometeorologi, melalui pendayagunaan sistem panen air hujan.”
Kedepannya, kolaborasi kegiatan dalam bentuk action plan untuk pemanfaatan potensi air hujan perlu menjadi fokus utama Pemerintah, yang kemudian dapat diintegrasikan antara program, kebijakan, serta kegiatan dari masing – masing Kementerian/Lembaga terkait, dengan peraturan perundangan yang sudah ada. Kemudian, rapat koordinasi lanjutan juga dibutuhkan untuk membahas terkait mekanisme kerjasama kolaboratif multisektor dan rumusan program jangka panjang, dalam mendukung Kegiatan Gerakan Panen Air Hujan Indonesia.
Sumber :Kemenko PMK