KEMENKO PMK — Menghadapi tantangan perubahan struktur dan dinamika kependudukan nasional yang kian kompleks serta untuk menyelaraskan dengan visi Indonesia Emas 2045 dan RPJPN 2025–2045, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendorong percepatan penyusunan Revisi Desain Besar Pembangunan Kependudukan (DBPK).
Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK dalam Forum High Level Meeting Pembahasan Proses Penyusunan DBPK yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta, pada (2/52025).
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum atau yang akrab disapa Lisa, menyampaikan sejumlah masukan strategis untuk memperkuat substansi dan implementasi DBPK ke depan.
Ia menekankan pentingnya pendekatan siklus kehidupan (life-cycle) mulai dari anak hingga lanjut usia, serta perlunya penyelarasan antara indikator DBPK dengan dokumen turunannya, yakni Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK) di level daerah, agar tidak terjadi tumpang tindih. Selain itu, Lisa juga menyoroti pentingnya ketersediaan data kependudukan yang valid, reliabel, dan berkelanjutan.
Terkait keterkaitan dengan RPJPN dan RPJMN, Lisa menyampaikan bahwa indikator DBPK semestinya merujuk pada Program Nasional (PN) atau Program Prioritas (PP), sedangkan indikator PJPK merupakan penjabaran dari DBPK. “DBPK disusun di tingkat nasional dengan pendekatan kewilayahan. Kemudian, implementasinya diperkuat oleh provinsi dan kabupaten/kota melalui PJPK,” ujarnya.
Dalam hal implementasi, Lisa juga mendorong pentingnya mekanisme pemanfaatan DBPK yang operasional dan terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (dokrenda), agar pelaksanaannya di daerah lebih efektif dan berkelanjutan. Ia juga mengusulkan pembentukan Tim Koordinasi DBPK di semua tingkat pemerintahan dengan dasar regulasi dan mandat yang kuat, guna mencegah lemahnya koordinasi lintas sektor.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, menegaskan bahwa indikator DBPK harus menjadi acuan utama pembangunan kependudukan nasional, sementara indikator PJPK bersifat operasional dan mendukung pencapaian DBPK.
Senada dengan itu, Deputi Pengendalian Kependudukan KemendukBangga/BKKBN, Bonivasius Ichtiarto, menyatakan kesiapan lembaganya untuk menyelaraskan muatan DBPK dan PJPK berdasarkan masukan dan dokumen sektoral strategis, agar dokumen yang dihasilkan lebih relevan, responsif, dan aplikatif di semua tingkat pemerintahan.
Forum tersebut menyepakati bahwa Bappenas akan memprakarsai penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang DBPK dengan dukungan surat legitimasi dari Menko PMK. Di sisi lain, Kemenko PMK akan menyiapkan regulasi turunan terkait pembentukan Tim Koordinasi DBPK Nasional, sementara penguatan peran Bappeda akan didukung oleh regulasi dari Kemendagri.
Menutup paparannya, Deputi Lisa menegaskan bahwa DBPK harus menjadi living document yang adaptif terhadap dinamika kependudukan, seperti bonus demografi dan penuaan penduduk. Ia menekankan pentingnya DBPK yang integratif, berbasis data proyeksi yang valid, serta mampu menjawab tantangan pembangunan jangka panjang secara inklusif dan berkelanjutan.
Sumber :Kemenko PMK