GAYA HIDUP

Ini Human Aura Menurut Dede Farhan Aulawi

1061
×

Ini Human Aura Menurut Dede Farhan Aulawi

Sebarkan artikel ini
Komisioner Kepolisian Nasional, Dede Farhan Aulawi

BANDUNG – Banyak orang yang pernah mendengar istilah Aura, lalu didefinisikan dan diterjemahkan menurut persepsinya sendiri. Jadi wajar saja jika di tengah masyarakat banyak terjadi bias informasi soal aura, karena seringkali kita tidak tuntas dalam belajar. Baru baca bab “c” dan bab “d” saja bicaranya seperti yang sudah tamat belajar sampai bab “z”.

Itulah karakter manusia pada umumnya sehingga sering salah menarik kesimpulan dari informasi yang sepenggal sepenggal. Ditambah lagi dengan bumbu bumbu klenik dan mistik menambah sempurna penyimpangan pemahaman yang keliru. Apalagi punya niat “bisnis kebohongan”, maka paripurna sudah disorientasi kekeliruan dalam pemahaman.

Untuk itulah media menemui Pakar Aura Dede Farhan Aulawi yang pernah belajar Aura di salah satu perguruan Kung Fu Shaolin di Dengfeng, Provinsi Henan, Cina yang telah berdiri sejak abad kelima. Dari China melanjutkan belajar “Human Aura” dari American Psychological Association di Washington DC, USA.

Aura itu sesungguhnya merupakan salah satu “Diagnosis Tool” untuk menganalisa kondisi fisik atau psikis seseorang pada saat itu. Jadi kalau dilihat beberapa jam kemudian atau beberapa hari kemudian bisa saja berubah, karena sifatnya temporer saja. Warna aura juga sangat halus, jadi melihat (membaca)-nya idealnya harus di ruang yang serba putih agar warna asli aura kelihatan dengan benar.

“Jadi kalau membaca aura seseorang di tempat yang berwarna warni, kemungkinan besar salah dan bohong, karena pancaran atau pantulan cahaya dari yang lain bisa menyebabkan salah tafsir,” menurut Dede saat ditemui di kediamannya di Bandung, Kamis (14/5/2020).

Kemudian Dede juga menjelaskan penelitian Dr. Walter J. Kilner dari Inggeris yang berhasil membuktikan secara ilmiah tentang human aura dan menciptakan suatu alat untuk mendiagnosanya yang disebut dengan layar Kilner. Fungsi utama alat ini untuk mendiagnosa penyakit yang didasari pada 3 lapisan aura yang dilihat.

Lalu di Rusia juga ada peneliti Dr. Victor Inyushin dari universitas Kazakh yang mampu membuktikan bahwa aura tersusun atas medan energy yang disebut juga dengan “bioplasmik”, yang tersusun atas ion- ion proton, dan juga electron. Medan listrik ini berubah menjadi cahaya yang merefleksikan keadaan fisik atau kejiwaan seseorang.

Landasan teorinya semacam cahaya putih yang disinarkan melewati sebuah prisma lalu keluarlah spektrum berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Namun harus hati – hati dalam menganalisisnya karena cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat mengalami peristiwa pemantulan, pembelokan, pembiasan dan penguraian. Peristiwa penguraian cahaya polikromatik menjadi monokhromatik yang disebut dispersi, merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari – hari. Ujar Dede.

Dengan demikian jika kita bicara soal aura, tidak ada kaitannya sama sekali dengan hal-hal mistis ataupun berbau klenik. Aura adalah gelombang atau medan listrik yang menyelimuti tubuh seseorang, dan merupakan sebuah perwujudan dari suatu kondisi energy, karakter dan kesehatan seseorang. Banyak orang yang menilai pancaran aura pada seseorang diyakini dapat memperlihatkan sebuah kesuksesan atau keberuntungan dan lain sebagainya.

“Hal inilah yang menjadi dasar seseorang yang ingin mengetahui apa saja warna aura dalam tubuhnya. Lalu meminta kepada orang yang “dianggap” bisa membaca aura untuk membaca dan menafsirkanya. Akhirnya diterjemahkanlah menurut seleranya tanpa dasar keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan “, imbuh Dede.

Adapun mengenai tafsir atas warna dari aura yang terpancar pada tubuh seseorang, secara umum diterjemahkan dengan berpatokan pada hasil uji penelitian sebelumnya untuk menguji korelasi warna dan suasana kebatinan atau kejiawaan ataupun kesehatan seseorang.

Dari sekian banyak sampel uji statistiknya maka ditariklah sebuah kesimpulan. Misalnya warna merah diterjemahkan sebagai simbol semangat yang sangat tinggi, rajin, dinamis, dan juga suka menjadi pemimpin dengan karakter yang kuat. Tapi kalau warna merahnya, merah marun (gelap) simbol sedang marah atau pendendam.

Kemudian warna jingga menyimbolkan orang yang enerjik, percaya diri, kehidupan yang tentram dan dan damai. Tetapi kalau jingganya agak gelap menandakan karakter yang egois dan mudah tersinggung. Warna hijau menyimbolkan orang yang memiliki kasih sayang tinggi, harmonis dengan lingkungan, sifat menyenangkan dan mampu merawat atau mengobati seseorang. Hijau gelap orangnya keras kepala, posesif dan pencemburu.

Warna Kuning menyimbolkan kaya ide dan suka berkomunikasi serta senang banyak teman. Tapi kalau warna kuning gelap menyimbolkan ketidakjujuran. Warna biru menyimbolkan orang yang idealis dan berpegang teguh pada nilai – nilai kebenaran serta menyukai ilmu ilmu spiritual. Namun jika birunya kegelapan menyimbolkan penakut akan perubahan. Warna putih menunjukkan humanis dan sholih serta peduli terhadap orang lain daripada dirinya sendiri. Warna emas menyimbolkan pemimpin yang visioner dan berkemampuan spiritual yang tinggi.

“Jika melihat lapisannya pada umumnya aura ada 7 lapis, yaitu (1) Etheric yang merupakan lapisan pertama aura fisik karena terhubung dengan kesehatan fisik, (2) Emotion merupakan lapisan kedua, (3) Lapisan mental yang berhubungan dengan ego, (4) Astral merupakan lapisan keempat yang nerkaitan dengan cinta, (5) Etheric double yang mencerminkan kesehatan rohani dan alam semesta, (6) Celestial plane merupakan lapisan keenam yangberkaitan dengan intuisi, dan (7) Ketheric template merupakan lapisan ketujuh yang berkaitan dengan spiritualitas dan keimanan pada Tuhan,” pungkas Dede menutup pembicaraan.***