JAKARTA – Danau terdalam di Indonesia yang sekaligus terdalam di Asia Tenggara adalah Danau Matano, yang terletak di Desa Matano, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dikutip Penjurupos dari detik.com, Salah satu danau terdalam di dunia ternyata ada di Indonesia. Banyak orang mungkin mengira Danau Toba, tapi ternyata bukan itu. Lantas danau apa?
Danau Matano adalah salah satu dari lima danau yang terdapat di dalam “Kompleks Danau Malili” yaitu: Matano, Mahalona, Towuti, Masapi dan Wawantoa.
Danau Matano Memiliki Kedalaman 590 Meter
Dibanding Danau Toba, mungkin Danau Matano masih terdengar asing. Padahal, Danau Matano menjadi representasi dari Indonesia sebagai danau terdalam pertama di Asia Tenggara.
Mengutip laman Indonesia.go.id, dari 10 danau terdalam di Asia Tenggara, Danau Matano menduduki posisi pertama dengan kedalaman 590 meter.
Danau terdalam kedua dan ketiga juga ada di Indonesia yakni Danau Toba yang terletak di Medan Sumatera Utara dengan kedalaman 505 meter.
Kemudian Danau Poso yang terletak di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah dengan kedalaman 450 meter.
Selain dalam, Danau Matano dikenal sebagai perairan air tawar yang bersih, jernih dan tenang. Saking jernihnya, bahkan bisa melihat dasar danau hingga kedalaman 20 meter.
Selain itu, danau ini memiliki luas sekitar 16.000 hektare dengan kepanjangan sekitar 28 km dan lebar 8 km.
Ada Jejak Arkeologi di Danau Matano
Dalam jurnal yang berjudul ‘Jejak Peradaban di Dasar Danau Matano’ di situs Universitas Hasanuddin berjudul, disebutkan bahwa, Danau Matano memiliki banyak jejak arkeologi.
Penelitian terhadap situs arkeologi yang berada di Kabupaten Luwu, khususnya di kawasan pesisir Danau Matano pertama kali dilakukan oleh oleh tim penelitian OXIS (The Origins Of Complex Society In South Sulawesi).
Penelitian tersebut dipimpin oleh David F Bullbeck (Australian National University), Bagyo Prasetyo (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) dan Iwan Sumantri (Arkeolog Universitas Hasanuddin) pada tahun 1998.
Daerah yang menjadi awal dari penelitian adalah kawasan Matano, yakni situs Rahampu’u. Di danau itu kemudian dilakukan penggalian dan ditemukan berbagai temuan fragmen berupa alat penempaan besi, gerabah, hingga artefak batu.
Berdasarkan analisis dari tim OXIS, situs tersebut menunjukkan tanda pemukiman. Di daerah yang sama, juga dilakukan penggalian situs Pandai Besi Rahampu’u yang berada di daerah selatan kampung Matano.
Dari penggalian tersebut, ditemukan sejumlah benda yang mengandung banyak kandungan besi termasuk batu korek dan tembikar.
Hal yang sama juga ditemukan di situs baru seperti Lemogola yang berada di bagian utara kampung Matano. Para peneliti menemukan bahwa situs ini juga merupakan daerah yang terdapat gundukan besar sisa-sisa penempaan besi, sebagaimana dikutip dari detikSulSel.
Lingkungan yang Tenggelam
Pada tahun 2016, Pusat penelitian Arkeologi Nasional juga mengadakan penelitian Bawah Air di Danau Matano dengan melakukan penyelaman.
Dari hasil penelitian tersebut, tim penelitian menemukan lingkungan yang tenggelam (submerged landscape). Penyebabnya adalah naiknya permukaan air danau dan juga aktivitas gempa yang sering terjadi di Kawasan Danau Matano sehingga menyebabkan runtuhan dan patahan.
Selain itu, tim peneliti juga menemukan jejak arkeologi lainnya berupa tembikar yang jumlahnya ratusan, alat batu serpih (flakes), artefak logam seperti tombak, parang, badik, dan juga kapak corong.
Peneliti juga menemukan beberapa gigi binatang, salah satunya adalah gigi dari binatang vertebrata cervidae. Berdasarkan data-data yang ditemukan, dapat diindikasikan situs-situs Danau Matano berada pada periodisasi prasejarah paleometalik hingga masa klasik (Majapahit).***
Editor: Redaksi