KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar Rapat Evaluasi Progres Rehabilitasi dan Rekonstruksi untuk terus mendorong percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana Erupsi Gunung Ruang, secara hybrid pada Jumat (18/7/2025).
Rapat dipimpin langsung oleh Plh. Asisten Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kemenko PMK, Merry Efriana, sebagai tindak lanjut dari komitmen pemerintah dalam mendampingi proses pemulihan masyarakat terdampak. Dalam arahannya, Merry menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk menjawab berbagai tantangan yang masih dihadapi di lapangan.
“Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Dibutuhkan kolaborasi nyata antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah agar penyelesaian dapat dilakukan secara cepat, terukur, dan menyentuh langsung kebutuhan warga,” ujar Merry.
Hingga pertengahan Juli 2025, Kementerian PU melaporkan bahwa pembangunan 287 unit hunian tetap (huntap) telah mencapai progres 94,64 persen. Namun, pembangunan fasilitas umum dan sosial (fasum/fasos) masih menyisakan pekerjaan, dengan capaian baru di angka 82,28 persen. Sejumlah elemen fasum seperti lapangan mini soccer, tambatan perahu, lanskap kawasan, dan gereja tipe B-2 masih dalam tahap awal atau bahkan belum dikerjakan.
Penyelesaian huntap ditargetkan selesai pada Agustus 2025, sementara fasum/fasos diperkirakan baru rampung pada akhir Oktober 2025. Dalam proses ini, sejumlah kendala teknis dan administratif masih perlu ditangani segera.
Beberapa isu krusial yang mencuat di antaranya adalah pemalangan lahan oleh warga di sempadan pantai yang menghambat pembangunan tambatan perahu, permasalahan legalitas lahan, dan belum adanya ahli waris dewasa dari beberapa penerima manfaat. Selain itu, masih terdapat warga yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) terdaftar di Dukcapil, serta belum tuntasnya penyaluran dana stimulan untuk 1.950 unit rumah rusak ringan dan sedang.
Merry menyampaikan bahwa proses pemulihan bukan semata soal pembangunan fisik, melainkan juga menyangkut pemulihan sosial, ekonomi, dan identitas kependudukan masyarakat.
“Kalau listrik belum tersambung, air bersih belum jalan, dan identitas warga belum valid, maka hunian yang dibangun belum benar-benar bisa dihuni secara layak,” tegasnya.
Kemenko PMK juga mendorong kementerian/lembaga teknis serta pemerintah daerah untuk segera menuntaskan pembangunan sistem drainase, commissioning air bersih, dan penyambungan listrik, termasuk pembangunan breakwater guna mencegah abrasi pantai yang mengancam kawasan hunian.
Sebagai upaya konkret percepatan, Kemenko PMK mengusulkan pembentukan tim kecil lintas instansi yang bertugas memetakan isu teknis di lapangan dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian yang lebih taktis dan responsif. Tim ini diharapkan menjadi simpul koordinasi antarpemangku kepentingan, khususnya dalam penanganan infrastruktur, sosial, dan administrasi pascabencana.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam kesempatan tersebut juga melaporkan bahwa Presiden Republik Indonesia dijadwalkan akan hadir dalam agenda serah terima hunian tetap pada akhir Juli 2025. Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi mengenai jadwal kunjungan tersebut.
Melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial, Kemenko PMK terus berkomitmen mengawal proses pemulihan pascabencana secara menyeluruh dan berkelanjutan—tidak hanya fokus pada penyediaan fisik bangunan, tetapi juga pemulihan kehidupan sosial dan administratif masyarakat terdampak.
“Intinya, tidak boleh ada yang tertinggal. Semua warga yang terdampak harus dipastikan mendapatkan kembali hak-haknya secara utuh—baik tempat tinggal, layanan dasar, maupun kejelasan status administrasi. Itu yang terus kami kawal bersama,” pungkas Merry.
Sumber :Kemenko PMK