KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan komitmennya dalam memperkuat perlindungan perempuan dan anak di tengah konflik sosial.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial, Lilik Kurniawan, dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Laporan Pelaksanaan RAN P3AKS Tahun 2024 yang digelar di Jakarta, Kamis (20/3).
“Setiap konflik sosial di Indonesia selalu berdampak besar pada perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan. Oleh karena itu, kita harus bersama-sama mencari solusi permanen untuk melindungi mereka. Kehadiran Perpres No. 18 Tahun 2014 menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menangani isu ini,” ujar Lilik.
Lilik menambahkan, luasnya wilayah Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam penanganan konflik sosial. Karena itu, diperlukan sinergi lintas sektor yang melibatkan kementerian/lembaga, organisasi masyarakat, sektor swasta, akademisi, serta media massa.
“Jika kita bersatu dan berkomitmen dalam kelompok kerja, penanganan bisa dilakukan dengan lebih baik. Kami optimistis, dengan kerja sama yang erat, perlindungan perempuan dan anak dalam konflik sosial dapat diperkuat,” katanya.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, Kemenko PMK akan menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) P3AKS periode 2026-2029. Selain itu, pada akhir 2025, Kemenko PMK akan menggagas Indonesia Disaster Summit yang akan membahas isu konflik sosial serta menyusun laporan komprehensif terkait bencana dan konflik sosial secara nasional.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan UN Women menegaskan dukungannya terhadap Pemerintah Indonesia dalam implementasi kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (P3AKS).
“UN Women telah mendampingi implementasi RAN P3AKS periode kedua, termasuk penyusunan panduan monitoring dan evaluasi. Kami juga telah mengumpulkan praktik baik dari berbagai daerah seperti Papua, Aceh, Sulawesi Tengah, dan Yogyakarta,” ujar perwakilan UN Women.
UN Women juga menyoroti bahwa konflik sosial di Indonesia dari tahun ke tahun sering kali berkaitan dengan perebutan ruang hidup dan pengelolaan sumber daya alam. Namun, tantangan yang dihadapi perempuan dan anak semakin luas, mencakup dampak perubahan iklim, kejahatan siber, ekstremisme kekerasan dan terorisme, serta migrasi yang berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Indonesia telah mengadopsi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Women, Peace, and Security (WPS) ke dalam kebijakan nasional melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 18 Tahun 2014 tentang P3AKS. Kebijakan ini disesuaikan dengan konteks konflik sosial di Indonesia serta merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Sebagai bentuk implementasi, pemerintah telah menetapkan RAN P3AKS Periode 2014-2019 (Periode I), yang kemudian dilanjutkan dengan RAN P3AKS Periode 2020-2025 (Periode II) yang masih berjalan hingga saat ini. Di tingkat daerah, per Desember 2023, sebanyak 12 provinsi telah mengesahkan Rencana Aksi Daerah (RAD) P3AKS melalui Peraturan Gubernur atau Surat Keputusan Gubernur.
Dengan semakin kompleksnya tantangan konflik sosial di Indonesia, koordinasi lintas sektor dan penguatan kebijakan menjadi langkah strategis untuk memastikan perlindungan perempuan dan anak di tengah dinamika sosial yang terus berkembang
Sumber :Kemenko PMK