JAKARTA – Anggota kelompok minoritas muslim Rohingya di Myanmar akhirnya memberikan kesaksian secara pribadi dan langsung untuk pertama kalinya pada hari Rabu (07/06) di Buenos Aires, Argentina. Kesaksian mereka merupakan bagian dari investigasi pengadilan Argentina atas dugaan kejahatan yang dilakukan oleh militer Myanmar, ungkap seorang aktivis kepada tim AFP.
Sidang yang berlangsung secara tertutup itu adalah “hari yang bersejarah bagi seluruh warga Burma,” sebutan lain untuk negara Myanmar, kata Maung Tun Khin, Presiden Organisasi Rohingya Burma yang berbasis di Inggris, Britania Raya.
“Akhirnya sidang dengar pendapat secara langsung telah digelar, serta bukti-bukti yang kuat” tengah diproses di pengadilan, tambahnya.
Maung Tun Khin tidak menyebutkan identitas atau jumlah dari para “korban selamat” yang telah bersaksi di persidangan itu dan bahkan fakta-fakta yang bersangkutan dengan kasus tersebut, karena “alasan keamanan”.
Sidang yang diperkirakan dihadiri oleh enam orang saksi tersebut akan berlanjut hingga 13 Juni mendatang, menurut sumber yang mengetahui kasus ini.
Kasus kejahatan Myanmar terhadap Rohingya
Pada tahun 2021 silam, sistem peradilan Argentina telah menanggapi sebuah pengaduan dan mengumumkan bahwa pihaknya membuka penyelidikan atas dugaan kasus kejahatan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap warga Rohingya, di bawah prinsip yurisdiksi universal yang tercantum dalam konstitusi.
Pada tahun yang sama, enam perempuan Rohingya yang tinggal sebagai pengungsi di Bangladesh, juga telah memberikan kesaksian dalam sidang virtual di pengadilan Argentina. Mereka bersaksi atas kekerasan seksual dan juga kematian kerabat mereka, sebagai akibat dari penindasan rezim di negaranya.
“Sidang dengar pendapat dengan para korban terus berlanjut dan bukti-bukti yang sangat penting sedang diproses,” kata Maung Tun Khin.
Sebelumnya, pengadilan Argentina juga telah setuju untuk memeriksa kasus-kasus di luar negeri di bawah prinsip yurisdiksi universal, khususnya kejahatan yang dilakukan di bawah rezim fasis Francisco Franco di Spanyol.
Prinsip ini memungkinkan hukum di Argentina untuk mengadili para tersangka pelaku kejahatan paling serius, tanpa memandang kewarganegaraan mereka atau di mana kejahatan itu dilakukan.
Setidaknya 750.000 anggota minoritas Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, akibat tindakan keras dari militer Myanmar pada tahun 2017 silam. Aksi kekejaman tersebut kini menjadi subjek dari proses hukum yang diajukan terpisah di Mahkamah Pidana Internasional, sedangkan kasus “aksi genosida” Myanmar di Mahkamah Internasional.
Sumber: detik.com