JAKARTA – Pelaksanaan haji ke Baitullah yang hanya terjadi setahun sekali, membuat umat Islam dari seluruh dunia tumpah ruah dalam satu waktu dan tempat. Terlebih ketika menjalankan thawaf, di mana pria dan wanita bercampur serta saling berdesakan. Lantas bagaimana hukumnya?
Thawaf merupakan salah satu rukun ibadah dalam rangkaian pelaksanaan haji dan umrah sehingga pengerjaannya benar harus ditunaikan. Jika tidak, maka ibadah haji dan umrahnya tidak sah atau batal.
Allah SWT melalui kalam-Nya secara langsung mensyariatkan thawaf bagi jemaah haji dan umrah, sebagaimana termaktub dalam Surat Al Hajj ayat 29:
وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ – 29 …
Artinya: “… Dan melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq (Baitullah).”
Namun ketika mengerjakan thawaf pada waktu haji, jemaah menghadapi kesulitan yang tak bisa dihindarkan seperti berdesakan satu sama lain baik laki-laki dan perempuan. Begitu juga saat jemaah ingin mengambil sunnah dalam mencium Hajar Aswad.
Hukum Wanita Berdesakan dengan Pria saat Thawaf
Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim melalui Kitab Fiqh as-Sunnah li an-Nisa’ mengemukakan pendapatnya, “Tidak sepatutnya bagi kaum wanita untuk berdesak-desakan dengan kaum laki-laki dalam melakukan thawaf, untuk menyentuh dua rukun Yamani atau mencium Hajar Aswad.”
Bahkan Imam Syafi’i dalam kitab fikihnya Al Umm menyatakan makruh bagi pria dan wanita untuk berdesakan di saat thawaf. Ia mengambil dalil dasar dari riwayat Aisyah, Ummul Mukminin.
Disebutkan, “Sa’id bin Salim mengabari kami, dari Umar bin Sa’id bin Abu Husein, dari Manbudz bin Abu Sulaiman, dari ibunya, bahwa suatu ketika dia bersama Aisyah.
Lalu masuklah seorang maulah kepadanya yang kemudian berkata kepadanya, ‘Wahai Ummul Mukminin, aku berthawaf mengelilingi Baitullah tujuh kali dan aku beristilam (menyentuh dan mencium Hajar Aswad) pada rukun dua atau tiga kali.’
Aisyah lalu berkata kepadanya, ‘Allah tidak memberi pahala kepadamu, dan Dia tidak akan memberi pahala kepadamu karena engkau mendorong-dorong para laki-laki. Kenapa engkau tidak bertakbir dan terus lewat saja?’”
Hal ini juga diterangkan dalam riwayat lain, “Sa’id mengabari kami, dari Utsman bin Miqsam al-Rabi, dari Aisyah binti Sa’d, bahwa ia berkata, ‘Ayahku berkata kepada kami, ‘Apabila kalian menemukan kesenggangan di tengah orang-orang (thawaf), maka beristilamlah. Tetapi jika tidak, maka bertakbirlah kalian dan lewatlah.’”
Imam Syafi’i kemudian menegaskan, “Ketika Aisyah, Ummul Mukminin dan Sa’d sudah memerintahkan para laki-laki jika wanita melakukan istilam maka janganlah mereka berdesakan dengan para wanita itu melainkan melanjutkan meninggalkan mereka, karenanya saya nyatakan makruh bagi laki-laki dan perempuan untuk berdesakan di saat thawaf.”
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa menjelaskan bahwa perempuan sunnah untuk melakukan thawaf di malam hari. Menurutnya, karena itu lebih melindungi aurat wanita dan menghindarkannya dari desakan banyak orang, sehingga ia baginya memungkinkan untuk mendekati Kakbah dan mencium Hajar Aswad.
Sebagaimana sebuah riwayat dari Ibnu Juraij, ia mengatakan: “Atha’ bercerita kepadaku bahwa ketika Ibnu Hisyam melarang perempuan melakukan thawaf bersama dengan kaum laki-laki, dia berkata, ‘Bagaimana engkau melarang mereka, padahal istri-istri Rasulullah SAW melakukan thawaf bersama dengan kaum laki-laki?”
Aku (Ibnu Juraij) bertanya, ‘Apakah mereka melakukannya setelah ayat hijab turun atau sebelumnya?’ Atha’ menjawab, ‘Aku bersumpah, mereka melakukannya setelah ayat hijab turun.’ Aku bertanya, ‘Bagaimana mereka bercampur dengan kaum laki-laki?’
Atha’ menjawab, ‘Mereka tidak bercampur dengan kaum laki-laki. Aisyah thawaf di tempat terpisah dari kaum laki-laki. Seorang perempuan (yang ikut thawaf bersama Aisyah) berkata, ‘Wahai Ummul Mukminin, mari kita menyentuh Hajar Aswad.’ Aisyah berkata, ‘Lakukan sendiri.’ Aisyah tidak mau diajak menyentuh Hajar Aswad.
Istri-istri Rasulullah SAW pada malam hari keluar dengan menyamar lalu melakukan thawaf bersama kaum laki-laki. Tetapi, ketika mereka ingin masuk Ka’bah, mereka menunggu hingga kaum laki-laki yang berada di dalam diperintahkan untuk keluar.” (HR Bukhari dalam kitab al-Hajju, [618])
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menerangkan bahwa perempuan boleh istilam jika situasi kosong dan jauh dari kalangan laki-laki. Tetapi jika kaum pria berebut menyentuh dan mencium Hajar Aswad, maka wanita hendaknya membaca takbir dan tahlil saja sesuai perkataan Aisyah, Ummul Mukminin.
Buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa turut menyebut perempuan tidak disunnahkan berdesak dengan laki-laki saat thawaf untuk menyentuh Hajar Aswad. Tetapi baginya cukup mengisyaratkan tangan ke arah Hajar Aswad.
Sumber: detik.com