PERISTIWA

KLHK-Bea Cukai Bongkar Penyelundupan 360 Kg Sisik Trenggiling di Kalsel

685
×

KLHK-Bea Cukai Bongkar Penyelundupan 360 Kg Sisik Trenggiling di Kalsel

Sebarkan artikel ini
Foto: Dok. KLHK

JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggagalkan upaya penyelundupan bagian satwa liar dilindungi berupa Sisik Trenggiling (Manis javanica) sebanyak 360 kg. Kasus ini terjadi Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Adapun upaya ini dilakukan oleh Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Wilayah Kalimantan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan KLHK, bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalbagsel pada Rabu (17/5). Mereka juga mengamankan pelaku berinisial AF (42) selaku pemilik.

Direktur Pencegahan dan Pengamanan LHK Ditjen Gakkum KLHK Sustyo Iriyono menjelaskan pada Kamis (18/5), penyidik PPNS LHK telah menetapkan AF (42) sebagai tersangka.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani menegaskan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah. Hal ini dilakukan guna melindungi kekayaan keanekaraga,an hayati (kehati) yang berfungsi mengendalikan ekosistem dan keunggulan komparatif Indonesia.

Menurutnya, upaya penyelundupan ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem. Hal ini pun dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Ia menjelaskan jika 1 kg Sisik Trenggiling kering sama dengan 4 ekor satwa trenggiling hidup. Maka ada 1.440 ekor satwa trenggiling hidup yang dibunuh untuk mendapatkan 360 kg sisik yang diamankan saat ini. Padahal trenggiling merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang dan masuk dalam daftar spesies Apendiks I CITES yang dilarang untuk diperdagangkan.

“Trenggiling mempunyai peran penting dalam pengendalian ekosistem, karena trenggiling memakan rayap, semut dan serangga lainnya. Hasil kajian valuasi ekonomi satwa liar oleh Ditjen Gakkum LHK bersama dengan Ahli dari IPB, per ekor trenggiling nilainya sebesar Rp 50,6 juta. Untuk kasus ini ada 1.440 ekor trenggiling yang mati, kerugian ekonomi dari kejahatan Trenggiling ini mencapai Rp 72,86 miliar,” jelas Rasio Sani dalam keterangan tertulis, Kamis (25/5/2023).

Ia menekankan penyelundupan tumbuhan satwa yang dilindungi (TSL), termasuk Trenggiling, merupakan kejahatan yang serius dan menjadi perhatian dunia internasional.

“Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan. Saya sudah memerintahkan penyidik untuk pengembangan kasus ini, mendalami keterlibatan pelaku-pelaku lainnya, termasuk menjerat para pelaku dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rasio Sani mengatakan Gakkum KLHK konsisten melakukan upaya pengamanan dan penegakan hukum kejahatan TSL. Saat ini, pihaknya KLHK telah melakukan 1.946 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia. 1.354 perkara pidana di antaranya telah dibawa ke pengadilan, baik pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.
Ia menyebutkan penindakan bersama ini merupakan wujud kerja nyata pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun Perjanjian Kerja Sama tersebut tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor : PKS.3/PHLHK/SET.10/REN.3/12/2022; Nomor : KEP- 210/BC/2022 yang ditandatangani pada 21 Desember 2022.

Untuk itu, Rasio Sani mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini. Khususnya kepada jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalbagsel, POLDA Kalimantan Selatan, Polresta Banjarmasin, BKSDA Kalimantan Selatan dan Kejati Kalimantan Selatan.

Pihaknya juga akan terus memperkuat berbagai kerja sama dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Bea Cukai, TNI, BAKAMLA, Badan Karantina Pertanian, PPATK dan Ditjen KSDAE. Disamping itu, Gakkum LHK terus memperkuat pemanfaatan teknologi, seperti Cyber Patrol dan intelligence centre untuk pengawasan perdagangan TSL dilindungi.

“Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegak hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya kehati,” ujarnya.

Kronologi Penangkapan Kasus Penyelundupan Sisik Trenggiling di Kalsel

Penangkapan pelaku penyelundupan sisik trenggiling ini bermula pada Rabu (17/5) sekitar pukul 12.45 WITA. Tim Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalbagsel yang tengah melakukan patroli menghentikan dan memeriksa 1 mobil angkut merk Suzuki Carry ST100 Nopol DA 1680 AB yang sedang melaju ke arah Pelabuhan Trisakti.

Saat melakukan pemeriksaan, tim menemukan 8 kardus berisi sisik Trenggiling (Manis javanica) yang siap edar dibungkus dengan karung warna putih. Berdasarkan keterangan sopir angkut berinisial SR (35), diperoleh informasi bahwa pemilik sisik trenggiling adalah AF (42).

Tim pun meminta sopir SR (35) menghubungi AF (42) agar bisa datang ke Kantor Bea Cukai. Sekitar pukul 17.00 Wita AF (42) datang ke Kantor Bea Cukai dan membenarkan bahwa Sisik Trenggiling (Manis javanica) yang diangkut sopir SR (35) tersebut miliknya. Selanjutnya pada pukul 20.30 WITA di hari yang sama, perkara ini dilimpahkan ke Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan untuk proses hukum lebih lanjut.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan David Muhammad menambahkan berdasarkan hasil pemeriksaan AF (42) mengaku sisik tersebut rencananya dijual dan dikirim ke salah satu agen/pembeli yang berada di Jawa Timur. PPNS KLHK saat ini masih melakukan pengembangan kasus dan terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus tindak pidana peredaran satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa Sisik Trenggiling (Manis javanica) di Kalimantan Selatan.

Adapun barang bukti berupa Sisik Trenggiling (Manis Javanica) sebanyak 360 Kg, 1 (satu) unit Mobil Suzuki Carry ST 100, 1 (satu) unit Handphone Nokia, 1 (satu) buah Kunci Kontak dan 1 (satu) buah STNK pun disita. Tersangka AF (42) saat ini dititipkan di Rutan Polresta Banjarmasin, sedangkan barang bukti tersebut diamankan di Pos Gakkum Seksi Wilayah I di Banjarbaru.

Lebih lanjut, Tersangka AF (42) dijerat dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan/atau Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 Ayat (2) huruf c dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3.500.000.000.00 (tiga milyar lima ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 Ayat (6) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah pada Bab 3, Bagian keempat, paragraf 4 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHPidana.

Sumber: detik.com